Dirut Bulog: Harga Gabah yang Tinggi jadi Salah Satu Sebab Harga Beras Mahal
Ekonomi dan bisnis | 13 Februari 2024, 19:37 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengungkap, mahalnya harga beras saat ini karena tingginya harga gabah di semua sentra produksi beras di tanah air.
Hal tersebut membuat harga beras di pengecer sudah mencapai Rp15.000 hingga Rp16.000 per kilogram (kg).
Angka itu sudah melewati Harga Ecera Tertinggi yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp13.900 per kilogram.
Sedangkan untuk harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp5.000.
“Di tingkat produsen gabahnya sudah Rp8.000–an di daerah produksi harga berasnya sudah Rp15 ribu-an. Ini terjadi di seluruh Indonesia, praktis di seluruh sentra produksi,” kata Bayu kepada wartawan di kantor Bulog, Jakarta, Selasa (13/2/2024).
Per 12 Februari 2024, harga gabah di Indramayu Jawa Barat sebesar Rp7.350 per kg, kemudian harga beras premium itu di wilayah itu sebesar Rp15.400 per kg.
Kemudian di Karawang harga gabah Rp7.150, sedangkan harga beras premiumnya Rp14.333; di Banyumas harga gabah Rp8.500, harga beras premium Rp15.000.
Baca Juga: Pedagang dan Pembeli Keluhkan Kenaikan Harga Beras yang sentuh Angka Rp17.000,-
Lalu, di Sragen harga gabah Rp8.100 harga beras premium nya Rp14.200; di Ngawi harga gabah Rp8.200 harga beras Rp15.700; di Sidrap Sulawesi Selatan harga gabah Rp7.900 harga beras premium Rp14.050
“Jadi kondisi harga gabah yang sudah mencapai di atas Rp7.500 itu terjadi di hampir semua sentra produksi. Tentu kami tidak pakai sensus hanya ambil case saja, tapi harganya biasanya tidak jauh beda dengan yang lain,” ujarnya seperti dikutip dari Antara.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan, kenaikan harga beras saat ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Tapi juga di seluruh dunia.
Erick menyebut harga beras dan bahan pangan lainnya melambung karena faktor geopolitik.
"Jadi luar biasa pemerintah Indonesia, memang harga beras dan pangan dunia sedang naik, kenapa naiknya karena tentu situasi geopolitik, ada peperangan di beberapa negara dan penjajahan saudara kita di Gaza," kata Erick saat meninjau pasokan beras di ritel moderen di Klender, Jakarta Timur, Senin (12/2/2024).
Baca Juga: Beras Langka dan Mahal, Wapres Minta Pasokan Beras Segera Digelontorkan ke Pasaran
Erick mengunjungi pasar itu bersama Direktur Utama Bulog Bayu Krisnamurthi.
Mereka melaksanakan instruksi Presiden Joko Widodo yang meminta beras cadangan Bulog agar membanjiri pasar-pasar.
Erick berujar, harga pangan dunia naik bukan kali ini saja, namun sudah terjadi selama beberapa tahun terakhir.
Selain faktor geopolitik, harga beras dan pangan juga naik akibat musim tanam dan musim panen.
"Karena siklusnya hari ini, kita lihat juga bagaimana nanti di Maret itu baru produksi padi sangat meningkat, hampir surplus 3,5 juta ton seperti data-data yang disampaikan," ujarnya.
Sambil menunggu musim panen tiba, Ketum PSSI itu menyebut pemerintah berupaya melakukan intervensi dalam menahan gejolak harga yang lebih tinggi.
Salah satunya lewat impor beras dan disalurkan ke masyarakat dalam bentuk beras Stabilitas Pasokan Harga Pangan (SPHP).
Baca Juga: Bansos Beras 10 Kg Dilanjutkan 15 Februari 2024, Cek Penerimanya Pakai Data KTP via HP di Situs Ini!
"Bapak Presiden juga mengecek langsung di beberapa titik, karena itu diambil kebijakan kita gelontorkan lagi 250.000 ton SPHP, supaya keresahan itu tidak terjadi dan kita bisa pastikan stok beras cukup, kita itu ada 1,2 juta ton dan nanti ada masuk lagi 500.000 ton, jadi Insya Allah cukup," tuturnya.
Ia melanjutkan, saat ini masyarakat memiliki sejumlah opsi jenis beras premium dengan harga Rp 69.500 per 5 kg atau Rp 54.500 per 5 kg dengan jenis beras SPHP.
Dengan begitu, Erick menyebut masyarakat bisa melakukan pembelian sesuai dengan kebutuhan dan daya beli.
"Tapi pemerintah memastikan 250.000 ton kita gelontorkan, terima kasih sama direksi Bulog yang hadir hari ini untuk terus menjaga komitmen supaya di pasaran itu cukup," sambungnya.
Ia menuturkan, pemerintah juga terus hadir memberikan beberapa bantuan seperti 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM) sebanyak 10 kg. Erick mengatakan kebijakan tersebut tidak ada di negara lain.
Penulis : Dina Karina Editor : Deni-Muliya
Sumber : Antara, Kompas.tv