Hotman Paris Duga Ada Pejabat yang Tak Lapor Jokowi soal Besaran Pajak Hiburan
Ekonomi dan bisnis | 26 Januari 2024, 18:54 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Pengacara sekaligus pengusaha hiburan Hotman Paris Hutapea mengungkapkan penyebab Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mengetahui besaran pajak hiburan 40%-75% di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Ia menduga, ada oknum pejabat pemerintah yang tidak melapor kepada Jokowi terkait detil besaran Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan.
"Sepertinya waktu itu, pembahasannya tidak sampai level atas. Menurut sumber yang saya tahu resmi dari Istana, Presiden pun tidak tahu tentang itu. Berarti ada oknum pejabat bawahan yang tidak melaporkan secara detail," kata Hotman Paris kepada media usai menemui Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di kantornya, Jakarta, Jumat (26/1/2024).
Ia menuturkan, tingginya pajak hiburan telah membuat para menteri juga terkejut.
Baca Juga: Hotman Ungkap Jokowi Marah soal Pajak Hiburan 40%-75%, Kini Bisa Pakai Tarif Pajak yang Lama
Setelah bertemu dengan Luhut dan Mendagri Tito Karnavian, mereka menilai kenaikan pajak itu tak masuk akal.
Apalagi di awal tahun ini sudah ada daerah yang menerapkan pajak hiburan hingga 75 persen. Namun kini, sudah ada Surat Edaran dari Mendagri yang menyatakan para kepala daerah bisa memberikan insentif fiskal kepada usaha jasa hiburan karaoke, diskotek, dan spa/mandi uap.
SE itu merujuk Pasal 101 UU HKPD, yang menyebutkan pemerintah daerah dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha dan jasa hiburan. Yaitu berupa pengurangan, keringanan dan pembebasan atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi dan atau sanksinya.
Hotman pun meminta Pemda untuk menaati SE tersebut. Sehingga pajak hiburan bisa kurang dari 40% atau kembali ke tarif lama. Menurutnya, tingginya pajak hiburan bisa membuat sektor pariwisata Tanah Air kalah saing.
Baca Juga: Menko Airlangga: Pemda Bisa Terapkan Pajak Hiburan di Bawah 40% atau Kembali ke Tarif Lama
"Thailand malah 5 persen, Malaysia 6 persen, Singapura 9 persen. Kita 40 persen, bahkan Bogor sudah 75 persen dari pendapatan kotor. Gubernur/bupati/wali kota berhak secara jabatan untuk kembali ke tarif lama, tanpa kami minta," ujarnya seperti dikutip dari Antara.
Hal senada juga diungkapkan pedangdut Inul Daratista, yang memiliki usaha karaoke keluarga. Inul berharap agar polemik perihal kenaikan tarif pajak hiburan segera dapat diselesaikan.
"Dari Bapak Luhut dan Mendagri sudah memberikan surat edaran yang membuat kita punya pegangan, meski kita pikir ini juga belum kuat. Semoga kepala daerah memberikan kebijakan langsung," ucap Inul dalam kesempatan yang sama.
Hotman dan Inul datang ke kantor Luhut bersama dengan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI). Ketua GIPI Hariyadi Sukamdani melaporkan kepada Luhut terkait masalah yang ditemui pengusaha di lapangan.
Baca Juga: KAI Ingatkan Penumpang soal Aturan Bagasi di Kereta, Kalau Lebih Harus Bayar Lagi
“Masih terkait polemik pajak hiburan. Kami menyampaikan bahwa masih ada kendala di lapangan karena dari pihak pemerintah daerah sudah mulai mengeluarkan tagihan dengan tarif baru," tuturnya.
Hariyadi mengatakan, kebijakan menaikkan pajak hingga 75 persen pada industri hiburan memberatkan pengusaha, di mana jumlah pengunjung semakin sepi imbas kenaikan tersebut.
Selain itu, pihaknya juga tengah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi agar aturan tersebut dapat dibatalkan demi keberlangsungan industri hiburan di Tanah Air.
Untuk itu, GIPI meminta kebijaksanaan para kepala daerah untuk menggunakan instrumen tersebut sebagaimana arahan yang diberikan oleh pemerintah pusat.
Baca Juga: KA Cepat Jakarta-Surabaya Tahap 1 sampai Yogyakarta, Rute Belum Diumumkan Cegah Spekulan Tanah
"Kami memohonkan agar kepala daerah bisa mengeluarkan insentif fiskal berdasarkan kewenangannya, karena dengan tarif yang baru ini betul-betul memberatkan industri diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa yang menampung banyak sekali pekerja," ujar Hariyadi.
Sebelumnya, GIPI bersama pengusaha industri hiburan juga mengunjungi kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk mengadakan pertemuan tertutup dengan Menko Airlangga untuk membahas hal yang sama.
Adapun pemerintah sedang menyiapkan insentif fiskal terhadap pajak penghasilan (PPh) badan untuk penyelenggara jasa hiburan.
Sektor pariwisata akan diberikan insentif berupa pengurangan pajak dalam bentuk pemberian fasilitas ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 10 persen dari PPh Badan, sehingga besaran PPh Badan yang besarnya 22 persen akan menjadi 12 persen.
Penulis : Dina Karina Editor : Vyara-Lestari
Sumber :