> >

Heru Budi Siap Bahas Lagi Pajak Hiburan di Jakarta dengan DPRD DKI

Ekonomi dan bisnis | 18 Januari 2024, 08:06 WIB
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyatakan, pihaknya siap membahas kembali aturan kenaikan pajak hiburan yang ditetapkan sebesar 40 persen hingga 75 persen dengan DPRD DKI Jakarta. (Sumber: BPMI Setpres)

Ia menyatakan, dalam menetapkan tarif pajak hiburan itu, pemerintah dan DPR telah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak dan mendasarkan pada praktik pemungutan di lapangan.

Baca Juga: Pengusaha Bali Minta Pajak Hiburan untuk Spa 15 Persen, Bukan 40 Persen

Serta, mempertimbangkan pemenuhan rasa keadilan masyarakat khususnya bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu dan perlu mendapatkan dukungan lebih kuat melalui optimalisasi pendapatan negara. 

Lydia menerangkan, PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan adalah pajak daerah. 

UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) memberi ruang kepada Pemerintah Daerah, dengan memberikan kewenangan/ diskresi untuk menetapkan dan menyesuaikan tarif PDRD sesuai dengan kondisi perekonomian di wilayah masing- masing.

"Termasuk di dalamnya dalam menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan tertentu dalam range tarif 40%-75%," ujarnya. 

Selain itu, UU HKPD juga mengatur kewenangan Pemda untuk memberikan fasilitas berupa insentif fiskal, guna mendukung kemudahan berusaha dan berinvestasi di wilayah masing- masing sesuai amanah pasal 101 UU HKPD.

Baca Juga: Cerita Inul Usaha Karaoke Keluarga Sejak Era Sutiyoso, Minta Izin Dibedakan dengan Klub Malam

Di sisi lain, kata dia, tidak semua usaha hiburan dikenakan pajak 40%-75%. Ada beberapa jenis usaha hiburan dan kesenian lainnya yang secara umum, pajaknya turun dari semula sebesar paling tinggi 35% menjadi paling tinggi 10%. 

Lydia menuturkan, hal ini dilakukan untuk menyeragamkan dengan tarif pungutan berbasis konsumsi lainnya. Seperti makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, dan jasa parkir.

Ia menyebut penurunan itu sebagai bukti komitmen pemerintah mendukung pengembangan pariwisata dan menyelaraskan dengan kondisi perekonomian.

Selain itu, secara umum pemerintah juga memberikan pengecualian terkait jasa kesenian dan hiburan untuk promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran. Guna menunjukkan pemerintah berpihak dan mendukung pengembangan pariwisata di daerah.

"PBJT atas jasa kesenian dan hiburan bukanlah suatu jenis pajak baru, sudah ada sejak Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), Pada masa itu, objek PBJT atas jasa kesenian dan hiburan telah dipungut dengan nama pajak hiburan," ucapnya. 

Baca Juga: Jokowi Yakin Upacara HUT ke-79 RI Bisa Digelar di IKN, Istana Kebut Persiapannya

Jenis kesenian dan hiburan pajaknya paling tinggi 10% adalah: tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu; (ii) pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana; (iii) kontes kecantikan; (iv) kontes binaraga; (v) pameran; (vi) pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap.

Lalu (vii) pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor; (viii) permainan ketangkasan; (ix) olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan. perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran. 

Kemudian (x) rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas.tv, Antara


TERBARU