> >

Kereta Cepat Bakal Sampai Surabaya, Pengamat: Lebih Baik Perbaiki Infrastruktur yang Sudah Ada

Ekonomi dan bisnis | 13 Oktober 2023, 11:29 WIB
Ilustrasi Kereta Cepat Jakarta-Surabaya. (Sumber: YouTube/LPDP)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat Tata Kota dan Transportasi Universitas Trisakti Yayat Supriatna mempertanyakan nasib moda transportasi lain jika Kereta Cepat Jakarta-Surabaya jadi digarap pemerintah. Ia memprediksi pengguna kendaraan pribadi yang biasanya ke Surabaya lewat Tol TransJawa, pengguna kereta jarak jauh, hingga penumpang pesawat akan beralih menggunakan kereta cepat.

Adapun pemerintah menyebut kereta cepat akan membuat waktu tempuh Jakarta-Surabaya hanya menjadi 3,5 jam. Saat ini, waktu tempuh paling cepat dengan KA jarak jauh adalah 10 jam 30 menit ke Surabaya.

“Bagaimana nasib rel kereta yang lain? Bagaimana nasib Tol TransJawa? Bagaimana nasib pengembalian investasi bandara? Selamat tinggal operator Lion, selamat tinggal Garuda Indonesia,” kata Yayat saat dihubungi Kompas.tv pada Kamis (14/10/2023).

Baca Juga: Daftar 13 Kereta yang Harga Tiketnya Promo di Oktober, Ekonomi Rp150 Ribu, Eksekutif Rp300 Ribu

Ia menjelaskan, di pulau Jawa banyak jalan tol yang terkoneksi dengan TransJawa yang baru selesai dibangun atau belum lama dioperasikan. Begitu juga dengan bandara, misalnya Bandara Kertajati dan Bandara Internasional Yogyakarta. Semua infrastruktur baru itu membutuhkan pengembalian investasi kepada para investornya.

Jika volume kendaraan yang lewat TransJawa turun atau penumpang pesawat yang naik dari bandara-bandara itu menuju Surabaya sepi, maka pengembalian investasi akan terhambat. Seperti halnya KA Argo Parahyangan yang sempat dikabarkan akan "disuntik mati" jika KA Cepat Jakarta-Bandung sudah beroperasi secara komersil.

Ia menyebut hal serupa sudah terjadi pada Bandara Husain Sastranegara dan Bandara Adi Sucipto Yogyakarta. Keberadaan infrastruktur baru, yaitu Bandara Kertajati dan Bandara YIA di Kulonprogo, membuat kedua bandara itu ditutup untuk komersil dan dikhususkan untuk militer.

“Bandung juga gitu, Husain dimatikan. Tapi apakah orang Bandung lantas akan naik pesawat dari Kertajati? Saya rasa banyak juga yang akan pilih naik pesawat dari Bandara Halim. Karena dari Bandung mereka tinggal naik kereta cepat. Soalnya jarak ke Kertajati cukup jauh juga dari Bandung,” ujarnya.

Baca Juga: Pemerintah Jamin Kereta Cepat, Rachmat Gobel: APBN Jadi Tak Adil, Harusnya untuk Kemaslahatan Umum

Ia menuturkan, sebenarnya KAI bisa memacu armada kereta jarak jauhnya hingga kecepatan 120 km-160 km. Hal itu tentu bisa membuat waktu tempuh ke Surabaya bisa jdi lebih cepat tanpa harus naik kereta cepat.

“Tapi hambatannya banyak perlintasan sebidang, itu harus ditutup. Selama ini KAI belum berani ambil keputusan itu,” ujar Yayat.

Yayat mengusulkan, daripada bergantung pada kereta cepat, lebih baik memperbaiki infrastruktur perkeretaapian yang sudah ada. Pemerintah lebih baik meningkatkan kualitas hingga layanan perkeretaapian. Apalagi masa pemerintahan Jokowi-Maruf sudah tinggal setahun lagi.

“Di masa transisi ini, lebih baik yang perhatikan (infrastruktur) yang sudah ada. Untuk jangka panjang, finalisasi sistem perekeretaapian Jakarta-Surabaya, Jakarta-Bandung yang lebih baik. Jangan bergantung pada satu teknologi yang lebih bagus, tapi integrasinya, harganya belum siap,” tuturnya.

Baca Juga: KA Cepat Jakarta-Surabaya Masuk Blueprint Kemenhub: Gunakan Kereta Merah Putih Buatan INKA

Yayat juga menilai proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya akan sangat membebani keuangan negara dan BUMN. Apalagi, proyek itu juga belum masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2024-2029.

Yayat mengungkap, ada dua rute yang dipertimbangkan pemerintah untuk jadi lintasan KA Cepat Jakarta-Surabaya. Yaitu Jakarta-Cirebon-Semarang-Surabaya dengan kecepatan 230km/jam. Kemudian rute Jakarta-Tegalluar-Kertajati-Purwokerto-Yogyakarta-Solo-Madiun-Surabaya.

“Pertanyaannya, masuk target rencana Pembangunan RPJMN 2024-2029 enggak? Itu beban APBN akan sangat berat, BUMN juga, siapa swasta yang tertarik karena investasinya tinggi,” kata Yayat.

“Kalau mau diteruskan, mau APBN lagi? Mau utang lagi? Biayanya terlalu besar,” ujarnya.

Menurutnya, investor asing juga akan berpikir panjang sebelum menanamkan modalnya di proyek ini. Jepang misalnya, pasti akan meminta keistimewaan yang sama seperti yang diberikan pemerintah terhadap China dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Baca Juga: Kata Pengamat soal Rencana Kereta Cepat Jakarta-Surabaya: Biayanya Terlalu Besar, Mau Utang Lagi?

“Kan banyak yang bilang kereta cepat ini sampai kiamat juga enggak akan balik modal. Kalau nilai investasinya enggak akan kembali selamanya, itu susah siapa yang mau. Karena bukan hanya sekedar ada kereta cepat atau tidak, tapi juga harus ditopang dengan pengembangan ekonomi sekitar rute yang dilewati,” tutur Yayat.

“Apakah Jepang misalnya akan mendapat satu kawasan ekonomi khusus di rute yang dilewati, yang khusus dia bisa Kelola sendiri,” ucapnya.

Ia mencontohkan kawasan Walini di Kabupaten Bandung Barat, yang tidak jadi dilintasi kereta cepat padahal sudah ada investor yang mau mengembangkan wilayah itu. Stasiun akhir kereta cepat saat ini hanya sampai Tegalluar, yang wilayahnya juga masih sepi.

Proyek kereta cepat selanjutnya juga tergantung dari political will presiden pengganti Joko Widodo (Jokowi). Lantaran saat ini kondisi keuangan BUMN yang terlibat proyek KCJB juga sedang tidak baik-baik saja, seperti PT KAI dan PT Wijaya Karya.

 “Kasihan KAI, itu PR besar BUMN kalau pemerintah punya obsesi besar,” ucapnya.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas.tv


TERBARU