Jalankan Transisi Energi, Pertamina Produksi Pertamax Green 95 sampai Avtur Ramah Lingkungan
Energi | 6 September 2023, 22:06 WIB“Indonesia memegang peran penting di panggung global dalam transisi energi karena memiliki kekayaan alam dan lokasi yang strategis. Dibutuhkan kolaborasi global untuk mendukung transisi energi bersih,” ujarnya.
Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia mulai dari tebu, jagung, singkong dan sorgum yang bisa dimanfaatkan menjadi bahan bakar nabati. Lalu panas bumi, sampai tenaga angin dan air untuk pembangkit listrik.
"Pertamina akan memanfaatkan bahan bakar nabati seperti tebu, jagung, singkong dan sorgum untuk mengembangkan bioenergi. Nanti energi kita akan berbasis bioenergi, karena Indonesia ada banyak sumber daya," imbuhnya.
Menurutnya, pengembangan bioenergi memiliki banyak manfaat dalam mempercepat transisi energi.
Ia menegaskan, bagi Pertamina bioenergi bukan hanya mengurangi emisi saja tapi juga mengurangi ketergantungan impor dan menciptakan lapangan pekerjaan.
Baca Juga: Komitmen dan Inovasi Pertamina Untuk Dukung Transisi Energi di Indonesia
Dalam menjalankan transisi energi, ada dua kebijakan besar yang dilakukan Pertamina. Yakni membangun bisnis baru yang lebih hijau serta melakukan dekarbonisasi.
Senior Vice President Research Technology & Innovation Pertamina Oki Muraza menerangkan, dekarbonisasi operasional Pertamina difokuskan pada pengembangan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage atau Carbon Capture and Storage (CCUS/CCS) dan Biofuel.
"Pertamina mempunyai inisiatif untuk menerapkan CCS atau CCUS melalui teknologi injeksi CO2 pertama kali di Lapangan Jatibarang, Jawa Barat. Teknologi ini mampu meningkatkan produksi minyak dan gas bumi melalui CO2-EOR, sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan," kata Oki.
Bio Refinery atau Green Refinery Pertamina
Selain teknologi penangkapan dan pemanfaatan karbon, Pertamina juga berkomitmen mengembangkan Bio Refinery atau Green Refinery (kilang hijau) untuk menghasilkan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
"Kilang-kilang hijau itu mengolah bahan baku terbarukan seperti minyak sawit (RBDPO) hingga bekas minyak goreng (UCO)" ujarnya.
Bio Refinery Pertamina yang telah beroperasi, antara lain, Bio Refinery Cilacap dan Bio Refinery Dumai yang memproduksi HVO (Hydrotreated Vegetable Oil), Green Gasoline dan Bio Refinery Plaju dan Bio Refinery Cilacap, Green Diesel di Bio Refinery Dumai, serta Green AvturJ2 di Bio Refinery Cilacap.
“Kami juga ingin menerapkan bioetanol, dengan berbagai bahan baku, termasuk dari limbah kelapa sawit seperti Tandan Kosong Kelapa Sawit,” ucap Oki.
Baca Juga: Kabar Gembira Bun, Bulog Mau Jual Beras Premium Kemasan 1 Kg Seharga Rp9.450
Pertamina melalui Subholding Commercial & Trading yaitu PT Pertamina Patra Niaga, juga telah memperkenalkan produk bahan bakar kendaraan (BBK) baru yaitu Pertamax Green 95.
Pengenalan produk baru tersebut dilakukan untuk pertama kalinya secara resmi ke masyarakat di Jakarta dan Surabaya, Senin (24/7).
Pertamax Green 95 mempunyai RON 95 yang lebih tinggi dari Pertamax, yang memiliki RON 92. BBK jenis baru itu menggunakan bahan baku terbarukan yaitu Bioetanol sebanyak 5%
Adapun Pertamina melalui sinergi BUMN bekerja sama dengan PT Energi Agro Nusantara yang merupakan anak usaha PT Perkebunan Nusantara X (Persero). Dalam Kerja sama ini, PTPN X menyediakan bahan baku Bioetanol dari molases tebu yang diproses menjadi etanol fuel grade.
Pertamax Green 95 juga berhasil melibatkan petani tebu hingga lebih dari 9000 orang. Ini adalah implementasi dari pemanfataan sumber daya alam Indonesia, melibatkan tenaga kerja Indonesia, untuk menghasilkan energi yang ramah lingkungan.
Pemasaran produk ini pada tahap awal dilakukan di 10 SPBU di Surabaya dan 5 SPBU di Jakarta.
Sustainable Aviation Fuel (SAF) Pertamina
Pertamina juga memproduksi bahan bakar yang lebih ramah lingkungan untuk pesawat komersil, yakni Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bisa dibilang avtur ramah lingkungan.
Pertamina telah sukses melakukan uji statis SAF pada mesin jet CFM56-7B yang biasa digunakan pada pesawat komersil di fasilitas Test Cell milik GMF Aeroasia, Rabu (26/7).
Uji coba ini adalah rangkaian pertama untuk memastikan produk SAF layak digunakan untuk pesawat komersil. Sebelumnya tahun 2021, produk SAF telah berhasil menerbangkan pesawat militer berjenis CN 250.
VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menyampaikan, selanjutnya produk SAF akan memasuki tahap pengujian selanjutnya yaitu Uji Ground Round dan Flight Test.
Baca Juga: ASEAN-BAC: Ketua Kadin Sebut Rishi Sunak, Fumio Kishida, Hingga Tony Blair akan Hadir di Indonesia
Fadjar menuturkan, Pertamina memproduksi SAF melalui metode co-processing. Yaitu sebuah metode yang memproduksi green-fuel melalui proses pengolahan bahan baku minyak nabati dengan minyak bumi secara bersamaan menjadi green hydrocarbon, dalam hal ini menjadi bioavtur. Produksi SAF saat ini dilakukan di RU IV Cilacap.
“Sebagai perusahaan energi Pertamina berusaha untuk terus menjawab tantangan global untuk memproduksi green fuel yaitu dengan memproduksi SAF untuk industri aviasi di Indonesia” tutur Fadjar.
“Produk SAF ini dikembangkan bersama lintas fungsi dan Subholding Pertamina, serta diproduksi oleh Kilang Pertamina. Kami yakin melalui sinergi yang sudah terjalin ini akan terus melangkah ke depan dalam mengembangkan SAF sebagai tonggak utama dan pengembangan Biofuel atau Green Energy di Indonesia,” lanjutnya.
Desa Energi Berdikari
Transisi energi juga dijalankan Pertamina lewat program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Desa Energi Berdikari. Berdasarkan data Pertamina, hingga akhir Juli 2023 sudah terdapat 52 lokasi Desa Energi Berdikari di seluruh wilayah Indonesia.
Yang terbaru, Pertamina melakukan instalasi Energi Terbarukan berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya dengan total 33.250 watt peak (WP) di 5 lokasi yaitu Desa Kalijaran di Cilacap, Desa Wisata Danau Shuji di Muara Enim, Desa Tanjung Karang di Aceh Tamiang, Desa Kampung Apar di Pariaman, dan Desa Pulau Semambu di Ogan Ilir.
Tidak hanya membangun infrastruktur, program Desa Energi Berdikari melakukan program pemberdayaan masyarakat agar akselerasi transisi energi merata hingga ke pelosok desa dengan memanfaatkan sumber daya energi lokal.
Baca Juga: Mahasiswa S1 Tak Wajib Tulis Skripsi untuk Bisa Lulus, Bisa Bikin Proyek Individu dan Kelompok
Fadjar mengatakan, Program Desa Energi berdikari memberikan akses energi terbarukan sebagai solusi kebutuhan energi masyarakat yang akan membuka jalan untuk kemandirian energi dan ekonomi masyarakat.
“Melalui pemberian akses energi terbarukan kepada masyarakat, Pertamina dapat mensosialisasikan dan menghadirkan pengalaman transisi energi, sehingga masyarakat desa memahami pentingnya kehadiran energi untuk menggerakkan roda perekonomian,” sebutnya.
Energi terbarukan dari sinar matahari di 5 desa sebagian besar untuk mendukung produksi pertanian dan perkebunan.
Seperti program yang dijalankan di Desa Kalijaran Kabupaten Cilacap, yang melakukan pemanfaatan energi baru terbarukan untuk irigasi sawah, yang dapat menyelesaikan persoalan kekurangan sumber air pada saat musim kemarau.
Hal ini sejalan dengan pemanfaatan di Desa Pulau Semambu Kabupaten Ogan Ilir yang membutuhkan sumber energi listrik lebih besar untuk pompa air sebagai alat bantu petani untuk bercocok tanam.
Sementara itu, di Desa Wisata Danau Shuji Kabupaten Muara Enim, dan Desa Kampung Apar Kota Pariaman, pemanfaatan energi terbarukan untuk menggerakkan beberapa kegiatan seperti hidroponik, produksi olahan herbal, dan pertanian organik.
Sedangkan di Desa Tanjung Karang Kabupaten Aceh Tamiang digunakan sebagai sumber energi alternatif yang bersih, pada program Bengkel Doorsmeer Difabel.
Baca Juga: Luhut Ungkap Ada yang Minta LRT Jabodebek Pakai Kereta Impor saat Awal Pembangunan Proyek
Program Desa Energi Berdikari telah dilaksanakan sejak tahun 2019, dari sisi lingkungan, Program Desa Energi Berdikari telah memberikan manfaat dengan menghasilkan 143.250 WP energi Pembangit Listrik Tenaga Surya, 605.000m3/tahun energi Gas Metana & Biogas, 16.500 WP energi Hybrid Surya dan Angin, 8.000 Watt energi microhydro dan 6.500 liter/tahun biodiesel, serta pengurangan dampak emisi sebesar 565.896 tonCo2eq/ tahun.
Penulis : Dina Karina Editor : Fadhilah
Sumber :