TikTok Sebut Tidak Ada Project S di Indonesia: Kami Tak Berniat Berkompetisi dengan UMKM Lokal
Ekonomi dan bisnis | 27 Juli 2023, 11:35 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Project S dari TikTok tengah menuai kontroversi di sejumlah negara, lantaran disebut mengancam keberadaan UKM setempat. Namun, Head of Communications TikTok Indonesia Anggini Setiawan menegaskan, Project S tidak ada di Indonesia. Hal itu ia sampaikan dalam konferensi pers usai pertemuan dengan pihak Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop-UKM) di Jakarta, Rabu (26/7/2023).
Mengutip pemberitaan Kompas.tv, Project S TikTok Shop pertama kali mencuat di Inggris dan sudah marak dilakukan di banyak negara. Project S TikTok Shop dicurigai menjadi cara TikTok untuk mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara untuk kemudian diproduksi di China. Hal itu tentu saja akan merusak pangsa pasar produk UMKM, karena harga barang dari China biasanya jauh lebih murah.
Dengan Project S, TikTok bisa menjadi social commerce yang memproduksi barang dan menjualnya sendiri.
"Kami telah memberi keterangan kepada Kementerian Koperasi dan UKM dan ingin meluruskan misinformasi mengenai TikTok Shop yang beredar di media dan secara daring. Tidak benar bahwa kami akan meluncurkan inisiatif lintas batas di Indonesia. Kami tidak berniat untuk menciptakan produk e-commerce sendiri atau menjadi wholesaler yang akan berkompetisi dengan para penjual Indonesia," kata Anggini kepada wartawan.
Ia menyampaikan, pihaknya selalu mematuhi hukum di Indonesia dan menyesuaikan model bisnisnya dengan UMKM di tanah air.
"Kami meyakini bahwa model TikTok Shop yang telah kami sesuaikan dengan pasar Indonesia dapat memberdayakan dan membawa manfaat bagi para penjual lokal, dan kami akan terus menerapkan pendekatan ini," ujarnya.
Anggini mengklaim, penjual di TikTok Shop yang jumlahnya kini mencapai 2 juta seller, 100 persen berasal dari Indonesia. Tidak ada penjual asing.
Baca Juga: Apa Itu Project S TikTok? Ini Potensi Ancamannya bagi UMKM Indonesia
TikTok Shop Indonesia juga telah mengantongi izin dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) lewat penerbitan SIUP 3A PMSE.
Kata dia, TikTok Indonesia juga revisi dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50 tahun 2020 yang mengatur terkait dengan jual-beli online. Meski revisi Permendag itu nantinya juga akan mengatur jual-beli di TikTok.
"Kami tegas menyatakan 100 persen penjual TikTok memiliki entitas lokal yang terdaftar atau merupakan perusahaan mikro lokal yang verifikasi lewat KTP atau paspor. Kami senantiasa tunduk, patuh dan menghormati segala hukum di Indonesia," ungkapnya.
"Kami percaya penjual RI bisa diberi kebebasan untuk memilih platform mana untuk mengembangkan bisnisnya, tumbuh di Indonesia, begitu pula konsumen. Dengan perlindungan konsumen, maka setiap platform dapat diberikan kesempatan sama," ujarnya.
Pemanggilan TikTok Indonesia oleh Kemenkop UKM ini karena banyak aduan dari UMKM tentang keberadaan TikTok Shop dan kekhawatiran pedagang soal Project S.
Diberitakan Kompas.tv sebelumnya, Menkop UKM Teten Masduki mengajak Menteri Perdagangan untuk melindungi UMKM dari hadirnya Project S TikTok Shop.
Yakni dengan cara merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
“Untuk menghadirkan keadilan bagi UMKM di pasar e-commerce, Kemendag perlu segera merevisinya. Aturan ini nampaknya macet di Kementerian Perdagangan," kata Teten di Jakarta pada Kamis (6/7/2023) lalu.
Dalam laporan Tech in Asia, TikTok awalnya mengenalkan Project S untuk mewadahi pelaku bisnis online di platformnya. TikTokjuga berharap bisa bersaing dengan raksasa yang sudah mapan seperti Shein, Amazon, dan Temu.
Baca Juga: Luhut Minta Kreator TikTok Tak Bikin Konten Politik yang Bikin Ribut
TikTok Shop beroperasi sebagai platform penjualan online yang memungkinkan penjual memamerkan dan menjual produk mereka. Sedangkan Project S lebih mirip dengan Amazon Basics, di mana perusahaan langsung menjual dagangannya sendiri.
Dengan proyek ini, TikTok akan memanfaatkan pengetahuannya yang luas tentang produk-produk viral di seluruh dunia, memungkinkannya memperoleh atau membuat barang-barang tersebut untuk dijual. Di Asia Tenggara, sebelumnya TikTok Shop telah sukses dan menantang pemain e-commerce Shopee dan Lazada.
CEO TikTok Shou Zi Chew juga baru-baru ini mengumumkan bahwa perusahaan akan menginvestasikan miliaran dollar AS di Asia Tenggara. Termasuk sekitar 12,2 juta dollar AS selama tiga tahun ke depan untuk menggerakkan 120.000 bisnis regional secara online.
Project S akan menjadikan TikTok “toko serba ada untuk konversi, penjualan, dan citra merek,” menurut catatan dari Pakar Pembuat Situs Web.
Namun, perusahaan tahun lalu menghentikan perluasan TikTok Shop ke pasar seperti Eropa dan AS, tempat Shein dan Temu berkembang pesat. Sementara Project S sudah menjalani uji coba di Inggris.
Hal itulah yang dilihat Teten Masduki sebagai ancaman untuk UMKM. Ia menegaskan, untuk mengatasi ancaman ini sudah seharusnya disiapkan regulasi, salah satunya revisi Permendag Nomor 50/2020. Apalagi, revisi aturan tersebut sudah diwacanakan sejak tahun lalu. Menurutnya, lambannya penerbitan revisi Permendag Nomor 50 tersebut berdampak pada redupnya bisnis UMKM akibat terdampak kebijakan PPMSE.
Baca Juga: Jokowi ke China Temui Xi Jin Ping, Bahas Perdagangan hingga Mobil Listrik
"KemenKopUKM telah melakukan pembahasan secara intensif dengan Kemendag, KL lain dan juga secara resmi sudah mengirimkan draft perubahan revisi Permendag Nomor 50/2020 ini kepada Kemendag, namun hingga saat ini masih belum keluar juga aturan revisinya. Ini sudah sangat urgent,” ungkapnya.
TikTok, lanjutnya, saat ini sedang didefinisikan sebagai socio-commerce bukan hanya sebagai media sosial. Sebab, TikTok adalah platform yang menyediakan fitur, menu, dan/atau fasilitas tertentu yang memungkinkan pedagang (merchant) dapat mempromosikan penawaran barang dan/atau jasa sampai dengan melakukan transaksi.
Revisi Permendag 50 dinilainya akan menjadi langkah awal untuk mengatur model bisnis social commerce. Nantinya diperlukan aturan lebih detail mengenai pengaturan white labelling sehingga tidak merugikan UMKM di Indonesia.
Tak hanya itu, kebijakan tersebut juga bisa membatasi produk-produk impor masuk ke pasar digital Tanah Air. Terlebih, produk asing yang dijajakan di TikTok Shop dan e-commerce lain juga sudah banyak diproduksi oleh industri dalam negeri. Sehingga, Indonesia tak perlu lagi mengimpor produk tersebut.
"Kita bukan ingin menutup pasar Indonesia untuk produk asing. Tapi, kita ingin produk asing atau impor mengikuti aturan main yang sama dengan produk dalam negeri dan UMKM," ujarnya.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber :