Terima Laporan Keuangan dari BPK, Jokowi: Opini WTP Bukanlah Prestasi, tapi Kewajiban
Keuangan | 26 Juni 2023, 16:08 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima laporan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2022 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Jokowi menegaskan, opini WTP itu bukanlah prestasi, melainkan harus menjadi kewajiban.
"WTP itu bukanlah sebuah prestasi. WTP itu kewajiban dari seluruh jajaran pemerintahan dalam penggunaan APBN, kewajiban para menteri, dan kewajiban para pimpinan lembaga untuk menggunakan uang rakyat dengan penuh tanggung jawab," kata Jokowi seperti dikutip dari Antara, Senin (26/6/2023).
Dalam kesempatan itu, Jokowi berpesan kepada kepala daerah serta kementerian/lembaga, bahwa uang rakyat dalam APBN dan APBD harus dipergunakan dengan penuh tanggung jawab.
Manfaat dari realisasi program APBN dan APBD, kata Jokowi, harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat.
Namun, dia juga mengingatkan agar jajaran kementerian/lembaga dan pemerintah daerah harus tertib administrasi dalam mengelola keuangan negara.
Baca Juga: Pesan Jokowi ke Kepala Daerah dan Kementerian/Lembaga: Uang Rakyat Bukan untuk Biayai Birokrasi
"Tertib administrasi itu penting, tetapi yang jauh lebih penting adalah apa kemanfaatannya untuk rakyat, apa kemanfaatannya untuk masyarakat, apa yang dirasakan oleh rakyat, apa yang dirasakan oleh masyarakat," ujar Jokowi.
Pada kesempatan yang sama, Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa uang rakyat dalam APBN/APBD tidak untuk membiayai birokrasi, tetapi untuk merealisasikan program yang bermanfaat bagi masyarakat.
"Setiap rupiah uang rakyat harus kembali kepada rakyat, untuk membiayai yang dirasakan rakyat dan bukanlah untuk membiayai proses. Ini yang hati-hati, ya. Sekali lagi, bukan untuk membiayai proses, bukan untuk membiayai birokrasi. Karena yang saya temukan justru habis banyak di birokrasi," kata Jokowi.
Kepada kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, Jokowi juga meminta, karena banyak anggaran program yang tidak efisien dan efektif dalam beberapa pagu APBD.
Baca Juga: Jokowi soal Piala Dunia U-17 Bentrok dengan Konser Coldplay: Stadion Kita Bukan Hanya GBK
Bahkan, ia menyebutkan, lebih banyak untuk perjalanan dinas dan belanja pegawai seperti honor.
"Selain peningkatan akuntabilitas, kita harus juga terus berupaya untuk meningkatkan kualitas belanja. Dilaksanakan dengan baik, terus dimonitor dan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran. Outcome-nya betul-betul dirasakan oleh rakyat," ujar Jokowi.
Ia mencontohkan dalam sebuah APBD, terdapat pagu belanja perjalanan dinas mencapai Rp1 miliar untuk program penyuluhan tenaga pertanian yang memiliki total anggaran Rp1,5 miliar.
Itu artinya, ada lebih dari 50 persen total anggaran penyuluhan tenaga pertanian di daerah tersebut habis hanya untuk perjalanan dinas.
Ada juga contoh program pengembangan UMKM di suatu daerah yang memiliki anggaran Rp2,5 miliar.
Namun, sebanyak Rp1,9 miliar dari total anggaran itu juga habis untuk honor dan perjalanan dinas.
Baca Juga: Jokowi Bantah Ada "Orang Istana" yang Jadi Beking Ponpes Al Zaytun
"Bayangkan berapa? Tidak ada 20 persen yang dipakai untuk betul-betul pengembangan usaha mikro. Contoh yang ketiga pengembangan balai penyuluh pertanian, ini di kabupaten berarti dari APBD kabupaten. Tujuan membangun dan merehabilitasi balai penyuluhan anggarannya Rp1 miliar, sebesar Rp734 juta untuk honor perjalanan dinas dan rapat-rapat," tuturnya.
Menurut Jokowi, seharusnya biaya operasional atau overhead cost tidak lebih dari 20 - 25 persen dari total anggaran.
Selebihnya harus fokus digunakan untuk tujuan inti program tersebut.
"Fokus pada program unggulan, enggak usah juga banyak-banyak program. Sekali lagi fokus pada program-program unggulan, seperti penanganan stunting, pengentasan (masyarakat dari) kemiskinan, membantu produktivitas petani dan nelayan, mengendalikan inflasi, membantu investasi dan lain-lainnya, dan itu pun harus membeli produk-produk dalam negeri," terangnya.
Penulis : Dina Karina Editor : Deni-Muliya
Sumber : Antara