Jejak dan Pengaruh Buya Hamka: Ulama dan Ahli Tafsir yang Sastrawan
Risalah | 29 April 2022, 04:25 WIBKetika masa revolusi berkecamuk, Buya Hamka, juga ikut menjadi ‘api’ dalam pergerakan dengan khutbah-khutbahnya. Ia digambarkan sebagai seorang jurnalis yang ikut bergerilya, sebagai penghubung ulama-pejuang.
Saat usai kemerdekaan, ia ditugaskan oleh KH Wahid Hasyim, Menteri Agama pertama dari NU, untuk mengajar di pelbagai kampus. Namun itu saja tidak cukup, gairahnya untuk terus bersama umat membuatnya juga ikut terjun ke politik dengan gabung Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
Pada 1955 ia terpilih sebagai anggota Dewan Konsituante dan keras mengkritik Soekarno lewat adu gagasan, khusnya terkait pandangan terkait Islam dan nasionalisme yang menjadi bahan perdebatan para pemimpin zaman itu.
Ketika Orde Lama tumbung dan Soeharto naik, ia tetap aktif mengurusi umat dan menulis di pelbagai media. Hamka juga keliling untuk menjalin hubungan internasional dengan dunia-dunia Islam dan dikenal luas sebagai ulama modernis asal Indonesia yang berpengaruh.
Pada 26 Juli 1975, ia terpilih jadi ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama dan menjadi penasihat PP Muhammadiyah hingga ia berpuang.
Baca Juga: Jejak dan Pengaruh Mohammad Natsir: Ulama, Pejuang dan Tokoh Masyumi
Abadi dengan Ilmu dan Karya
Hamka sudah menulis di pelbagai surat kabar dan jadi koresponden di banyak media saat itu. Ia juga memimpin majalah Pedoman Masyarakat yang begitu berpenngaruh. Ia juga menulis banyak tentang Islam dan kehidupan sehari-sehari.
Pada 1928, Hamka diangkat sebagai redaktur majalah Kemajuan Zaman yang didasarkan pada hasil mufakat Muhammadiyah di Padang Panjang.
Ia juga menulis banyak cerita dan novel. Sebagai sastrawan ia begitu produktif dan disegani. Karya-karyanya menembus lintas pembaca dan tidak hanya muslim, bahkan abadi hingga kini. Ia bahkan menulis sebuah tafsir Al-Qur’an ketika di penjara dan dikenal dengan Tafsir Al-Azha.
Dua novelnya yang terkenal, Di Bawah Lindungan Ka'bah, yang terinspirasi dari perjalanannya ke Makkah pada 1927, dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk yang melambungkan namanya. Bahkan, jauh setelah wafat, dua karya itu juga difilmkan dan dinikmati khalayak masa kini, khususnya anak-anak muda.
Tak kurang, Buya Hamka telah melahirkan 84 judul buku dalam hidupnya, antara lain:
- Di Bawah Lindungan Ka’bah
- Tenggelamnya Kapal van der Wijck
- Merantau ke Deli
- Kedudukan Perempuan dalam Islam dll
Belum lagi pengaruhnya dalam pendidikan Islam dan modernisasi masih terus dikaji dan diperbincangkan hingga kini. Namanya juga terpatri sebagai universitas, sekolah, hinggga masjid seperti Masjid Agung Al-Azhar Kebayoran yang dianggap sebagai 'rumah' bagi pemikiran Buya Hamka.
Baca Juga: Mengenal Saadoe'ddin Djambek, Ulama dan Tokoh Ilmu Falak Indonesia asal Minangkabau
Sosok Itu Berpulang
Di jelang masa hidupnya, Buya Hamka terpengaruh ajaran tasawuf. Buku Tasawuf Modern yang ia gagas menunjukkan sisi akan bagaimana ia memandang realitas hidup dan keagamaan, sebuah konsep yang abadi hingga kini dan mempengaruhi banyak muslim di Indoensia.
Setelah banyak bersumbangsih untuk Indonesia, baik dalam bidang politik, sastra, dan keagamaan, Buya Hamka wafat pada 24 Juli 1981 pada usia 73 tahun. Beliau dikebumikan di Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta.
Untuk mengenang jasanya bagi Indonesia, Buya Hamka ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 7 November 2011. Sosok yang ulama yang pengaruhnya abadi hingga kini.
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV