> >

Sosok dan Jejak Muhammad Zainuddin Abdul Madjid: Ulama Kharismatik NTB, Pendiri Nahdlatul Wathan

Risalah | 15 April 2022, 07:15 WIB
Sosok Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, ulama kharismatik pendiri Hizbul Wathan (Sumber: Kompas)

Ia pun di Makkah menimba ilmu untuk waktu yang cukup lama.

TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah pada 22 Agustus 1937 untuk pria.  

Pada 21 April 1943, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan Nahdlatul Banat Diniah Islamiyah (NBDI) khusus untuk perempuan. Dua tempat ini adalah madrasah.

Inilah madrasah pertama di Pulau Lombok yang terus berkembang hingga kini dan menghasilkan banyak ulama serta pemimpin di masyarakat.

Salah satu ulama-pemimpin yang terkenal adalah keturunan ia sendiri, Tuan Guru Bajang atau Muhammad Zainul Majdi, seorang Hafiz Al-Qur’an alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, yang menjadi Gubernur NTB dua periode dari 2008-2018.

Baca Juga: KH Sholeh Darat, Ulama Tanah Jawa dan Guru RA Kartini

Perjuangan di Zaman Revolusi

Pada zaman penjajahan, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid adalah sosok yang menginspirasi perjuangan melawan penjajah serta pendudukan kembali Belanda pasca kemerdekakan.  

Dua madrasah HW dijadikan pusat pergerakan kemerdekaan.

Keduanya juga dijadikan tempat untuk menggembleng para patriot bangsa yang siap melawan dan mengusir para penjajah.

TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga membentuk gerakan yang bernama Gerakan al-Mujahidin yang melawan para penjajah dan terdiri para para santri-masyarakat. 

Sebagai gerakan, ia juga bergabung bersama aliansi pejuang dari daerah-daerah lain di Pulau Lombok dan berjejaring dengan ulama-ulama di pelbagai wilayah di Nusantara untuk menentang penjajahan.

Wafat dan Karya Abadi

Setelah mengabdikan hidupnya penuh demi umat, beliau berpulang hari Selasa, 21 Oktober 1997 M / 18 Jumadil Akhir 1418 H dalam usia 99 tahun menurut kalender Masehi, atau usia 102 tahun menurut Hijriah.

Sang ulama karismatis, Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, berpulang ke rahmatullah sekitar pukul 19.53 WITA di kediaman beliau di desa Pancor, Lombok Timur.

Semasa hidupnya yang penuh keberkahan, beliau juga menuliskan kitab-kitab yang dijadikan rujukan pesantren di HW dan organisasi, baik itu dalam bahasa Arab, Indonesia, mapun sasak.

Beberapa di antaranya sebagai berikut:

  • Risalah al-Tauhid
  • Sullam al-Hija Syarah Safinah al-Naja
  • Nahdlah al-Zainiah
  • At Tuhfah al-Amfenaniyah
  • Al Fawakih al-Nahdliyah
  • Mi'raj al-Shibyan ila Sama'i Ilm al-Bayan
  • Al-Nafahat ‘ala al-Taqrirah al-Saniyah
  • Nail al-Anfal dll

Tiga warisan besar penting yang beliau tinggalkan: ribuan ulama, puluhan ribu santri, dan sekitar seribu lebih kelembagaan Nahdlatul Wathan yang tersebar di seluruh Indonesia dan mancanegara.

Beliau dimakamkan di kompleks Musala al-Abror, kompleks Pondok Pesantren Darunnahdlatain, Pancor, Lombok Timur. 

Pemerintah pun menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada 9 November 2017, berdasarkan Keputusan Presiden No. 115/TK/Tahun 2017, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. 

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU