Sosok Abah Anom, Kiai dan Mursyid dari Sunda Tempat Bernaung Jiwa-Jiwa Resah
Risalah | 14 April 2022, 22:42 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Ulama ini dikenal dengan nama Abah Anom. Bagi banyak orang sosok ini adalah Wali. Seorang ulama yang bukan hanya luas ilmu agama dan budi pekertinya, melainkan dikisahkan memiliki banyak karamah.
Abah Anom adalah panggilan dari ulama bernama lengkap KH Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin yang dilahirkan di Suryalaya, Tasikmalaya, 1 Januari 1915.
Selama hidupnya, Abah Anom bukan sekadar ulama biasa. Ia adalah pejuang saat masa revolusi, sekaligus mursyid tarekat. Muridnya tersebar di pelbagai penjuru tanah air, termasuk pesohor Abdel Achrian atau Cing Abdel.
Dikisahkan dalam buku Pangersa Abah Anom: Wali Fenomenal Abad 21 dan Ajarannya (Noura Books, 2013) karya Asep Salahudin, Abah Anom adalah fenomena di jagat spiritual nusantara.
“Sebagai mursyid tarekat dan sekaligus ulama sepuh tempat berteduh jiwa-jiwa yang resah, ia jadi tempat bernaung mereka yang kerap tersekap di Lorong gelap masalah serta merindukan jawaban dan jalan keluar,” tulis Asep Salahudin di halaman 46 karyanya.
Betapa tidak, hampir tiap hari, Pondok Suralaya di Tasikmalaya, tempat ia mengabdikan hidupnya, senantiasa didatangi (Sowan) pelbagai orang untuk meminta nasihat, mengadukan masalah mereka atau sekadar mencari berkah.
Baca Juga: KH Sholeh Darat, Ulama Tanah Jawa dan Guru RA Kartini
Belajar dari Banyak Pesantren, Jadi Mursyid Tarekat
Abah Anom sendiri adalah putra kelima Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad, pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, dari ibu yang bernama Hj Juhriyah.
Sedari kecil, ia diajar oleh orangtuanya dan sejumlah ajengan—istilah untuk kiai di Sunda—dan pada tahun 1930 Abah Anom memulai perjalanan menuntut ilmu agama Islam secara lebih khusus.
Beliau belajar ilmu fikih dari seorang kiai terkenal di sejumlah pesantren seperti Pesantren Cicariang, Pesantren Jambudipa dan Pesantren Gentur, Cianjur, yang saat itu diasuh oleh Ajengan Syatibi, lalu di Pesantren Cireungas, Cimelati Sukabumi, hingga ke Makkah untuk belajar agama lebih mendalam.
Jejak panjang itulah yang membuat Abah Anom dikenal fasih bicara agama. Mulai dari persoalan hari-hari masyarakat seperti ilmu Al-Qur’an, Hadis, Fikih, ilmu alat, persoalan kalam hingga tasawuf.
Hal terakhir ini yang menjadikannya sebagai salah satu mursyid tarekat tasawuf yang disegani di nusantara. Beliau jadi mursyid tarekat Qadiriyah Naqsabandiniyah yang memiliki banyak pengikut di Indonesia.
Baca Juga: Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Ulama Kalimantan yang Berpengaruh sampai Asia Tenggara
Abah Anom, Tempat bagi Jiwa-Jiwa yang Resah
Abah Anom dikenal sebagai ulama yang tidak menolak ketika diminta nasihat, siapa pun mereka yang datang. Baik itu orang biasa hingga orang yang berlumuran dosa.
Dikisahkan hampir tiap pagi, terutama Minggu dan Jumat, usai subuh, dengan sabar, tenang dan penuh harap, ratusan orang duduk di bangunan kompleks Pesantren Suryalaya. Sering kali harus berdiri, menunggu sebuah pintu berwarna cokelat mengilap kekuning-kuningan terbuka.
“Di sanalah Abah Anom tinggal sepanjang usianya. Mereka membawa botol air mineral yang dibeli sepanjang jalan atau bawa dari rumah yang akan dimintakan doa Abah Anom sebagai wasilah,” tulis Asep dalam buku di atas.
Wasilah adalah istilah dalam Islam yang bermakna perantara atau jembatan. Botol-botol itu sebagai salah satu wasilah untuk doa-doa agar harapan-harapan tercapai. Biasanya, ulama-ulama sepuh ataupun kiai tertentu yang dianggap punya karamah diminta untuk memberi wasilah tersebut seperti halnya Abah Anom.
“Sebotol air. Ya sebotol air putih dan bening. Tidak kurang dan tidak lebih. Setelah didoakan, para tamu membawanya seakan-akan membawa air dari telaga surga, yang nikmat kesejukannya tak terhingga,” tulis Asep.
Baca Juga: Mengenal Syekh Kholil Bangkalan, Mahaguru Ulama dan Para Kiai Nahdlatul Ulama
Karamah Abah Anom, Cing Abdel pun Berguru
Salah satu hal ajaib adalah, setiap tamu yang datang ke Abah Anom seperti tidak pernah kelaparan dan selalu saja ada makanan yang tersaji buat mereka—apalagi jika menginap. Hal ini dianggap sebagi salah satu karamah dari beliau.
Makanan seoalah tidak pernah habis di pesantren itu bagi mereka yang hadir untuk bertamu dan minta nasihat kepada beliau. Padahal, setiap hari, jumlahnya bisa ratusan orang datang.
“Tamu itu sengaja datang dari jauh karena memerlukan kita. Oleh karena itu, perlu dilayani dengan sempurna,” papar Abah Anom.
Di pesantrennya, disiapkan pelbagai makanan untuk para tamu. Termasuk di rumah pribadinya.
Banyak yang juga yang datang ini adalah orang-orang yang dianggap masyarakat sebagai ‘sampah’, misalnya, para pengguna narkoba yang ingin sembuh.
Para pengguna narkoba yang ingin sembuh ini, oleh Abah Anom, ditipkan ke warga sekitar dan terus ia pantau, dan tentu saja tetap mengaji kepadanya yang disebut dengan pondok-pondok Inabah.
Salah satu pesohor yang ikut mengaji di sini adalah Abdel Achrian atau kerap dikenal Cing Abdel saat ia pernah terjerat narkoba dan ingin sembuh.
Cing Abdel menyebutnya sebagai sosok yang sakti dan mursyid. Ia sampai sukar untuk menjelaskannya tentang 'kewalian' sosok ini.
“Wajah Abah Anom itu persis orang yang datang dimimpi gue. Beliau emang sakti atau ada orang seperti gitu?" kata Abdel dalam obrolan Youtube dia bersama Habib Ja’far Al-Hadar.
Setelah mengabdikan sepanjang hidupnya kepada umat, sosok ini pun dipanggil oleh-Nya pada 5 September 1991 dengan umur 95 tahun.
Makamnya berada di Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, dan hingga kini diziarahi oleh banyak muslim di Indonesia sepanjang tahun. Bukti sosoknya dan pengaruhnya masih besar hingga kini sebagai salah satu mursyid besar dari tanah Sunda.
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV