> >

Kisah Nabi Musa Tampar Malaikat Maut hingga Bola Matanya Pecah

Risalah | 12 April 2022, 15:11 WIB
Masjidil Aqsa atau Baitul Maqdis adalah tanah yang disucikan oleh tiga agama samawi yaitu , Yahudi, dan Kristen. Nabi Musa diutus untuk mendakwah kepada kaum Yahudi. (Sumber: Unsplash/Sander Crombach)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Nabi Musa 'alaihissalam tercantum dalam 25 nama-nama Nabi yang disebutkan di dalam Al-Qur'an. Berdasarkan urutan, beliau berada di urutan ke-15. Beliau adalah satau Nabi yang diutus Allah kepada kaum Yahudi.

Di antara watak yang dimiliki Nabi Musa, beliau merupakan sosok yang sangat spontan ketika bertemu dan memperlakukan orang lain.

Lalu, ada kisah menarik tentang Nabi Musa dan malaikat maut sebagaimana dikutip  dari laman resmi NU.

Kisah ini dituliskan dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah.

Dalam hadits tersebut disampaikan bahwa Allah SWT telah mengutus malaikat maut kepada Nabi Musa dalam wujud seorang pria. Dia meminta Nabi untuk memenuhi panggilan-Nya.

Melalui malaikat, Allah juga menyampaikan bahwa ajalnya sudah dekat dan saat kematiannya akan segera tiba. Namun, sebagai sosok yang tegas, tidaklah mengerankan jika begitu didatangi malaikat, Nabi Musa langsung menampar wajah malaikat tersebut hingga matanya terpecah.

Baca juga: Kisah Umar bin Khattab Cium Istri saat Puasa Ramadan

Maksudnya mata di sini adalah mata malaikat yang kala itu datang dalam wujud seorang pria. Sebab, jika bukan dalam wujud manusia, pasti Nabi tidak akan bisa menamparnya. Mendapat tamparan dari Nabi Musa, malaikat maut pun kembali kepada Allah dan mengadukan hal itu.

Kemudian, Allah segera mengembalikan penglihatannya dan memerintah untuk kembali menemui Nabi Musa guna meminta meletakkan tangannya di atas punggung sapi jantan.

Ia menghitung bulu-bulu sapi yang tertutup tangannya. Setiap bulu yang tertutup dihitungnya sebagai tambahan usia satu tahun. Walhasil, tambahan usianya sebanyak bulu sapi yang tertutup tersebut.

Namun, Nabi tidak mengambil tambahan usia itu. Andai ia melakukannya, niscaya ia masih hidup hingga sekarang ini.

Kendati demikian, dikabarkan bahwa setelah tambahan usianya itu tetaplah kematian, Nabi Musa memilih kematian dalam waktu dekat. Sebab, tidaklah para nabi, rasul, dan orang-orang saleh berada di sisi Allah kecuali lebih baik dan lebih kekal.

Jika arwah para syuhada diibaratkan dengan burung-burung yang terbang di taman surga, memakan buah-buahnya dan meminum air sungai yang ada di dalamnya, berlindung di bawah lampu-lampu yang bergantung di bawah langit ‘Arasy al-Rahmân. Maka kehidupan para nabi dan rasul di sana tentu lebih dari itu.

Baca juga: Kisah Sahabat Nabi yang Mulutnya Mengeluarkan Cahaya

Tidak bisa dibayangkan, bagaimana keeadaan Musa jika masih hidup hingga hari ini? Ia akan terus mendapat ujian dan beban hidup. Artinya, keberadaannya di dunia sebagai negeri ujuan dan kehancuran tidak akan lebih baik ketimbang keberadaaannya di surga dan rahmat Allah bersama para nabi dan rasul yang lain.

Namun, sebelum kematian, Nabi Musa memohon kepada Allah agar nyawanya dicabut dekat Tanah Suci Baitul Maqdis hingga sedekat lemparan batu.

Baitul Maqdis merupakan tanah yang disucikan oleh tiga agama samawi yaitu Islam, Yahudi dan Kristen.

Permohonan itu menunjukkan betapa cintanya nabi Musa kepada Tanah Suci. Bahkan, dikubur pun ingin di dekatnya. Tetapi, Nabi tidak meminta Allah agar mencabut nyawanya tepat di dalam tanah suci itu, sebab dirinya tahu bahwa Allah mengharamkan tanah tersebut pada generasi yang dijatuhi balasan atas ketidaktaatan mereka kepada Allah saat diperintah untuk memasukinya.

Malahan mereka berkata, "Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja," (Q.S. al-Mâ’idah [5]: 24).

Allah pun mengabulkan permohonan Nabi Musa ‘alaihissalam.

Rasulullah shalallahu ‘alaihis wasallam mengabarkan bahwa kuburannya berada di Tanah Suci Baitul Maqdis, tepat di serambinya yang ada pada gundukan pasir.

Ditambahkan dalam riwayat itu, andai berada di sana, beliau pasti telah memperlihatkannya kepada para sahabat.

Penulis : Baitur Rohman Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU