Kisah Unik Perbedaan Awal Puasa dan Lebaran di Masa Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan
Cerita | 2 April 2022, 12:14 WIB"Lusa mulai puasa" kata Natsir. Roem pun memberitahukan hal ini kepada isterinya yang dijawab dengan cara bercanda.
"Dari bedug sampai ke Natsir," katanya.
Maksudnya, dulu sang suami percaya kepada pukulan bedug sebagai awal puasa tapi sekarang menelepon Natsir.
"Begitulah penulis di tahun 1950-an beralih dari pengikut rukyat menjadi pengikut hisab dan penulis tidak merasa murtad," kata Roem.
Baca Juga: Doa Ziarah Kubur Jelang Awal Puasa Ramadan, Lengkap dengan Tata Cara dan Adab
Menurutnya, perbedaan awal puasa dan Lebaran bukanlah hal baru. Dan setiap tahun pula hal itu menjadi bahan perbincangan untuk melakukan dialog.
"Banyak yang bertanya mengapa umat Islam tidak bersatu? Tidak cocoknya ahli hisab dan rukyat dipandang sebagai salah satu contoh," katanya.
Menjawab hal itu, Roem memberikan jawaban retoris.
"Kadang penulis ingin mendengar apakah golongan-golongan lain di Indonesia lebih bersatu?"
Dia juga mengutip salah seorang kawannya, murid dari profesor Eggen yang terkenal sebagai ahli dalam pembaharuan hukum di Sekolah Tinggi Hukum di zaman Belanda.
"Bersatu yang bagaimana? Yang begini tidak terjadi tiap tahun. Sering penetapan dengan dua cara itu sama hasilnya. Tapi kalaupun hasilnya berlainan, itu hanya hari yang ke-30. Dan kita sudah bersatu 29 hari lamanya," begitulah penjelasan sang kawan Mohammad Roem itu.
Menurut Roem, perbedaan itu sudah nyata sejak lama.
"Hanya kita yang bersalah memandang hal itu sebagai perpecahan," kata Roem, sosok dibalik perjanjian Roem-Van Roijen ini.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV