> >

Deretan Tradisi Sambut Ramadan di Indonesia, Mulai dari Padusan, Meugang, hingga Munggahan

Tradisi | 1 April 2022, 12:41 WIB
Foto ilustrasi Padusan. Salah satu tradisi menyambut datangnya bulan suci Ramadan di Indonesia yakni Padusan. (Sumber: Kompas.tv/Ant)

SOLO, KOMPAS.TV — Jelang berpuasa ada tradisi menyambut Ramadan yang biasa dilakukan oleh sejumlah masyarakat di Indonesia.

Tradisi tersebut mulai dari membersihkan diri dengan mandi, berkumpul sembari makan bersama, mendoakan keluarga yang telah lebih dulu berpulang, hingga menggelar arak-arakan.

Tak hanya berbeda aktivitas, tradisi sambut Ramadan ini memiliki sebutan yang berbeda di setiap wilayahnya. Seperti padusan untuk wilayah Jawa Tengah (Jateng) dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Meugang di Aceh, Balimau Kasai di Riau, hingga Munggahan di wilayah Sunda, Jawa Barat.

Berikut ini sederet tradisi sambut Ramadan di Indonesia yang perlu diketahui dan telah dirangkum KOMPAS.TV dari berbagai sumber:

- Padusan (Jateng dan DIY)

Padusan berasal dari bahasa Jawa adus yang berarti mandi. Makna padusan bagi masyarakat Jawa adalah menyucikan diri serta membersihkan jiwa dan raga dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadan.

Tradisi ini digelar dengan tujuan agar selama Ramadan umat Islam bisa menjalani ibadah dalam kondisi suci lahir dan batin.

Biasanya tradisi ini dilakukan masyarakat dengan mandi di tempat pemandian umum seperti kolam renang hingga pantai.

Tak jarang, tempat wisata air akan lebih ramai dikunjungi masyarakat sehari sebelum Ramadan untuk melakukan padusan.

- Meugang (Aceh)

Foto ilustrasi. Daging yang menjadi bahan olahan utama saat melaksanakan tradisi Meugang di Aceh (Sumber: Kompas.tv/Ant)

Mameumang atau ma’meugang  adalah tradisi makan daging sebelum puasa di bulan suci Ramadan. Sebagaimana dijelaskan dalam Jurnal el Harakah edisi 2014, perayaan meugang dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat Aceh, baik di desa maupun di kota.

Kegiatan yang dilakukan dalam tadisi meugang yaitu berkumpul bersama dengan keluarga sembari makan daging yang sudah dimasak menjadi beragam sajian yang lezat.

Meskipun demikian, perayaan meugang menjadi momen penting untuk berkumpul bersama sanak-saudara.

Sebab, biasanya anggota keluarga yang merantau atau tinggal di tempat yang jauh akan pulang dan berkumpul saat perayaan ini berlangsung.

Tradisi ini merupakan wujud antusiasme umat Islam menyambut bulan Ramadan yang akan tiba. Selain itu, meugang memiliki makna sebagai bentuk persiapan diri secara lahir, seperti menyiapkan makanan untuk berbuka dan sahur. Selain itu, meugang dikenal sebagai wujud rasa syukur kepada Sang Pencipta untuk menyambut bulan suci Ramadan.

Baca Juga: Daftar Lengkap Pembicara Tarawih Ramadan Masjid Kampus UGM: Ada Ganjar, Anies, RK hingga Mahfud MD

- Nyorog (Betawi)

Foto ilustrasi. Nyorog atau anteran yang menjadi tradisi masyarakat Betawi saat menyambut bulan Ramadan (Sumber: Tribunnewswiki.com)

Melansir laman resmi Dinas Kebudayaan Jakarta, Nyorog adalah tradisi masyarakat Betawi menyambut bulan suci Ramadan. Dalam kegiatan ini, masyarakat biasa berbagi bingkisan makanan ke sanak saudara dan keluarga.

Bingkisan makanan yang dikirimkan dalam tradisi Nyorog ini berupa kue-kue, atau bahan makanan mentah, yaitu gula, susu, kopi, sirup, beras, ikan bandeng, dan daging kerbau.

Terkadang bingkisan dari nyorog itu berupa makanan khas Betawi yang dimasukkan ke dalam rantang, misalnya saja sayur gabus pucung.

Tradisi ini dilakukan sebagai tanda penghormatan dari orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua. Biasanya dilakukan oleh anak muda atau pasangan yang  baru menikah ke orang tua mereka masing-masing.

- Balimau Kasai (Riau)

Foto ilustrasi. Balimau Kasai tradisi sambut ramadan di Riau (Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Balimau kasai adalah sebuah upacara tradisional yang istimewa bagi masyarakat Kampar di provinsi Riau untuk menyambut bulan suci Ramadan.

Melansir laman Kemendikbud, acara ini biasanya dilaksanakan sekali dalam setahun yaitu sehari menjelang masuknya bulan puasa, upacara tradisional ini selain sebagai ungkapan rasa syukur dan kegembiraan memasuki bulan puasa juga merupakan simbol penyucian diri.

Balimau sendiri bermakna mandi dengan menggunakan air yang di campur jeruk yang oleh masyarakat Kampar sendiri disebut limau. Jeruk yang biasa digunakan adalah jeruk purut, jeruk nipis, dan jeruk kapas.

Sedangkan kasai adalah wangi-wangian yang biasanya dipakai kewajah dan tangan atau semacam lulur.

Bagi masyarakat Kampar pengharum badan (kasai) ini dipercayai dapat mengusir segala macam rasa dengki yang ada dalam kepala, sebelum memasuki bulan puasa.

- Dugderan (Semarang)

Foto ilustrasi. Tradisi Dugderan di Semarang guna menyambut bulan Ramadan (Sumber: ppid.semarangkota.go.id)

Melansir dari bpad.jogjaprov.go.id, nama dugderan berasal dari kata ‘dugder’ yang merupakan gabungan dari dua kata, yaitu ‘dug’ (bunyi bedug yang ditabuh)’ dan ‘der’ (bunyi tembakan meriam).

Bunyi dugder melambangkan bahwa akan datangnya awal Ramadan. Sebagaimana dijelaskan dalam ppid.semarangkota.go.id, tradisi dugderan sudah dimulai pada 1881, tepatnya saat masa pemerintahan Bupati Semarang yaitu Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Arya Purbaningrat.

Dugderan muncul karena perbedaan pendapat masyarakat mengenai kesepakatan awal dimulainya puasa di bulan suci Ramadan.

Kemudian, dicapailah sebuah kesepakatan guna menyamakan persepsi masyarakat dalam menentukan awal Ramadan, yaitu melalui tabuhan bedug di Masjid Agung Kauman dan meriam di halaman kabupaten.

Bedug dan meriam dibunyikan masing-masing tiga kali dan dilanjutkan dengan pengumuman awal puasa di masjid.

Ikon unik dari pelaksanaan dugderan yaitu keberadaan warak ngendog. Sejatinya, warak ngendog merupakan seni kerajinan masyarakat Semarang berupa permainan anak-anak yang dijual saat pasar malam dugderan.

Warak ngendog terbuat dari bahan-bahan seperti kayu, kertas minyak warna-warni, bambu, kertas karton, dan lain-lain.

Baca Juga: Kapan Puasa Ramadan 1443 H? Ini Jadwal dan Link Live Streaming Sidang Isbat 2022

- Nyadran (Jateng)

Foto ilustrasi. Tradisi Nyadran menyambut bulan Ramadan (Sumber: menpan.go.id)

Nyadran dilakukan dengan bersih-bersih makam para orang tua atau leluhur, membuat dan membagikan makanan tradisional, serta berdoa atau selamatan bersama di sekitar area makam.

Kata Nyadran berasal dari kata 'Sraddha' yang bermakna keyakinan. Nyadran menjadi bagian penting bagi masyarakat Jawa sebab para pewaris tradisi ini menjadikan Nyadran sebagai momentum untuk menghormati para leluhur dan ungkapan syukur kepada Sang Pencipta.

Biasanya, Nyadran diadakan satu bulan sebelum dimulainya puasa, atau pada 15, 20, dan 23 Ruwah. Nyadran dijadikan simbol dari pembersihan diri menjelang Bulan Suci Ramadan.

Bukan hanya hubungan manusia dengan Sang Pencipta, Nyadran dilakukan sebagai bentuk bakti kepada para pendahulu dan leluhur. Kerukunan serta hangatnya persaudaraan sangat terasa setiap kali tradisi Nyadran berlangsung.

- Munggahan (Sunda)

Foto ilustrasi. Tradisi munggahan di wilayah Sunda (Sumber: bdtbt.esdm.go.id)

Munggahan adalah tradisi masyarakat Islam suku Sunda untuk menyambut datangnya bulan Ramadan. Acara ini biasanya dilakukan pada akhir bulan Sya’ban, satu atau dua hari menjelang Ramadan.

Bentuk pelaksanaannya bervariasi, umumnya berkumpul bersama keluarga dan kerabat, makan bersama dan saling bermaafan serta berdoa bersama.

Selain itu, ada pula yang mengunjungi tempat wisata bersama keluarga, berziarah ke makam orang tua atau orang saleh, serta mengamalkan sedekah munggah (sedekah pada sehari menjelang bulan puasa)

Munggahan berasal dari Bahasa Sunda, Unggah artinya naik, memiliki makna bulan yang suci atau tinggi derajatnya.

Orang Sunda yang merantau biasanya akan mudik terlebih dulu pada awal Ramadan. Hal itu mereka lakukan untuk bisa munggahan di kampung bersama keluarga.

Disitulah manfaat dari tradisi Munggahan ini terlihat, yaitu sebagai bentuk silaturahmi.

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU