> >

Diminta Cetak Uang Rp600 Triliun dan Dibagikan ke Masyarakat, Ini Tanggapan Bank Indonesia

Kebijakan | 6 Mei 2020, 14:20 WIB
Ilustrasi uang logam dan kertas (Sumber: KOMPAS.COM)

JAKARTA, KOMPAS TV - Bank Indonesia menanggapi wacana permintaan pencetakan uang dalamjumlah besar, lalu dibagikan kepada masyarakat untuk mengantisipasi dampak negatif wabah virus corona atau Covid-19.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menegaskan Bank Indonesia tidak akan pernah mencetak uang untuk dibagikan langsung kepada masyarakat terdampak Covid-19.

Sebab, hal itu tidak sejalan dengan kebijakan moneter yang prudent dan lazim. Pencetakan uang hanya dilakukan sesuai kaidah dan koordinasi antara Bank Indonesia dengan Kementerian Keuangan.

"Sekarang kita dengar ada sejumlah pandangan di masyarakat, BI cetak uang saja. Mohon maaf, nih. Betul-betul mohon maaf. Enggak ada proses pengedaran uang yang dicetak BI di kasih ke masyarakat. Enggak Ada," kata Perry dalam konferensi video, Rabu (6/5/2020).

Baca Juga: 3 Perkembangan Penting bagi Bank Indonesia Hadapi Covid-19

Perry menyebut, perencanaan pencetakan uang kertas dan logam terlebih dahulu harus dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan.

Jumlahnya pun harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan prinsip pencetakan dan pemusnahan uang diukur dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi. 

Misalnya, dengan pertumbuhan ekonomi di level 5% dan inflasi tercatat 3%, perarti pencetakan uang menjadi 8%. Bisa ditambah, tapi maksimal hanya 10%. 

Selain itu, ada mekanisme pengedaran uang antara Bank Indonesia, perbankan, dan masyarakat. Keseluruhan proses ini selalu menggunakan kaidah tata kelola yang baik, dan selalu diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Enggak ada proses pengedaran di luar itu. Semua itu prosesnya diaudit oleh BPK. Pemahaman itu bukan praktik yang lazim. Tidak akan dilakukan di BI," ujar Perry.

Lebih lanjut, Perry menuturkan, proses penyetoran dan pengambilan uang perbankan sama seperti proses di masyarakat. Perbankan bisa menyetor uang ke BI bila terdapat kelebihan uang di khazanah.

Baca Juga: Atasi Corona, Bank Indonesia Didorong untuk Mencetak Uang?

Begitupun dengan masyarakat yang bisa menyetor uang ke perbankan dalam bentuk tabungan, giro, dan deposito.

"Nah kemudian bagaimana proses pengedaran uang? Sesuai kebutuhan masyarakat. Misal kita butuh uang kertas dan logam untuk makan dan bayar taksi, ambil uang di ATM. Demikian kalau kelebihan, bisa disetor. Perbankan kemudian melayani masyarakat," kata Perry.

Sebelumnya, Badan Anggaran DPR RI mengusulkan ke pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang hingga Rp600 triliun. Tujuannya, untuk menyelamatkan ekonomi nasional dari dampak virus Corona (Covid-19).

Tak cuma DPR, mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, juga mendukung wacana yang dilontarkan para wakil rakyat tersebut. Bahkan menurut versi Gita, uang yang dicetak diusulkan jauh lebih besar, sebanyak Rp 4.000 triliun.

Wacana cetak uang baru dilontarkan setelah melihat defisit APBN yang melebar di atas 5 persen dari sebelumnya hanya 1,75 persen.

Baca Juga: Pemerintah dan Bank Indonesia Berusaha "Menyambung Nyawa Perekonomian" Lewat Dana Global

Namun pencetakan uang bisa memicu hal negatif. Jika tak bisa dikendalikan, cetak uang yang terlalu banyak bisa memicu inflasi yang tinggi yang pada akhirnya bisa merugikan masyarakat.

Uang yang beredar akan semakin banyak, membuat nilai uang terus-menerus berkurang yang membuat harga-harga barang melambung.

Nilai tukar uang asing sangat dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar. Bertambahnya rupiah bisa berakibat turunnya nilai kurs. Apalagi, rupiah bukan mata uang yang bisa diterima di dunia seperti dollar AS atau yen Jepang.

Risiko utang luar negeri yang naik tajam merupakan efek domino dari anjloknya mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Semakin nilainya merosot, maka otomatis membuat utang luar negeri bisa semakin membengkak.

Penulis : Tito-Dirhantoro

Sumber : Kompas TV


TERBARU