> >

Penjelasan Lengkap Wamenkeu soal Transaksi Mencurigakan Pegawai Kemenkeu

Ekonomi dan bisnis | 31 Maret 2023, 13:59 WIB
Dirjen Bea Cukai Askolani, Sekjen Kemenkeu Heru Pambudi, Wamenkeu Suahasil Nazara, Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan, dan Stasus Menkeu Yustinus Prastowo dalam konferensi pers soal transaksi mencurigakan Rp349 triliun (31/3/2023). (Sumber: Dok. Kemenkeu)

Selanjutnya adalah PT B yang merupakan Penanaman Modal Asing (PMA). Data terkait PT B ini diminta ke PPATK juga atas inisiatif Itjen Kemenkeu saat melakukan audit investigasi atas penerimaan uang oleh pegawai Kemenkeu.  

Kemudian untuk PT C, juga hasil permintaan Itjen Kemenkeu pada 2015, saat pengawasan internal atas dugaan benturan kepentingan.

Sedangkan PT D dan PT E adalah orang pribadi di mana laporannya atas inisiatif PPATK. Guna mendukung pengumpulan penerimaan negara.

Baca Juga: Ini Awal Permasalahan Mahfud MD Ungkap Data LHA PPATK soal Transaksi Mencurigakan di Kemenkeu

"Sudah dilakukan pemeriksaan khusus oleh DJP dan Saudara D juga sudah wafat karena kelahiran 1930. Kalau saudara E, sudah diterbitkan surat ketetapan pajak," ujarnya.

Terakhir, laporan soal PT F merupakan permintaan Itjen Kemenkeu saat mengumpulkan data soal penyimpangan pengadaan dan dugaan gratifikasi, dengan total transaksi Rp452 miliar.

Setelah diselidiki, transaksi itu ternyata untuk operasional biasa perusahaan. 

"Jadi semuanya itu perusahaan riil, bukan perusahaan cangkang. Soal transaksi mencurigakan Rp22 triliun ini kita pelototin betul. Hubungan kita dengan PPATK itu detil, rapatnya juga bertubi-tubi," kata Suahasil.

Selanjutnya, ada juga 65 surat dari PPATK ke Kemenkeu terkait perusahaan atau korporasi dengan nilai transaksi mencurigakan senilai Rp253 triliun. 

Nilai Rp253 triliun itu, mencakup transaksi debit kredit operasional perusahaan korporasi dengan transaksi sebesar Rp189 triliun terkait dengan tugas fungsi Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai.

Baca Juga: Penjelasan PPATK soal Rp35,3 Triliun Dugaan TPPU di Pegawai Kemenkeu, Beda Data dengan Sri Mulyani

Yaitu terkait penanganan dugaan tindak pidana kepabeanan yang dilakukan sebuah perusahaan yang mengeskpor emas pada 2016.

Diberitakan Kompas TV sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD menduga Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak menerima data valid terkait transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun di Kementerian Keuangan, karena aksesnya dibatasi oleh bawahannya.

Pernyataan ini diungkapkan Mahfud dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III dan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/3/2023).

"Dari keterangan Ibu Sri Mulyani tadi saya ingin jelaskan fakta, bahwa ada kekeliruan pemahaman dan penjelasan karena ditutupnya akses yang sebenarnya dari bawah," kata Mahfud.

 

Mahfud menjelaskan bahwa Sri Mulyani mengaku tidak mengetahui adanya data transaksi mencurigakan Rp189 triliun saat pertemuan bersama Kemenkeu dan PPATK.

Namun, setelah diperiksa lebih lanjut, data tersebut terkait dugaan pencucian uang yang dilakukan di Direktorat Bea Cukai dengan 15 entitas.

Baca Juga: Mahfud Luruskan Temuan PPATK Rp349 Triliun Dugaan TPPU Bukan Berarti Menkeu Sri Mulyani Korupsi

"Dua tahun tidak muncul, 2020 dikirim lagi tidak sampai ke Ibu Sri Mulyani, sehingga bertanya ketika kami kasih itu dan dijelaskan yang salah," ujar Mahfud.

Menurut Mahfud, PPATK telah "mengendus" dugaan pencucian uang sejak 2017 dan melaporkannya ke Kemenkeu melalui Dirjen Bea Cukai dan Irjen Kemenkeu.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU