Harap-Harap Cemas, Ini Suara Pengusaha dan Konsumen Soal Larangan Thrifting
Ekonomi dan bisnis | 18 Maret 2023, 12:52 WIBSementara itu, Zahrina (25), pegawai swasta di Kota Semarang, Jawa Tengah juga mengaku tidak setuju dengan kebijakan tersebut.
Sebagai penyuka fesyen, ia menilai thrifting bisa menjadi solusi mix and match pakaian bagus dengan biaya murah.
“Jadi aku lebih suka nge-thrift, di harga yang murah aku bisa dapet barang yang kualitasnya bagus,” ujar Zahrina, Jumat (17/3), dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Thrifting vs Industri Lokal: Harga Tak Bisa Kompetitif, Ancam Lapangan Kerja
Menurutnya, pakaian hasil thrifting tak kalah bagus dengan pakaian baru. Bahkan kualitasnya jauh lebih baik dibanding pakaian baru jenis fast fashion.
“Misalnya beli pakaian yang harga Rp35.000-an itu bahannya jelek banget, panas, kualitas enggak oke sama sekali, terus banyak yang ngembarin lagi, jadi ya mending nge-thrift,” jelasnya
Selain itu, menurut pengalamannya, baju lokal dengan harga di bawah Rp50.000 mudah rusak. Jika sudah rusak atau robek ia akan membuangnya atau dibuat sebagai keset rumah.
“Bakal susah sih itu, mesti masih banyak yang umpet-umpetan. Mana sekarang lagi marak banget thrifting, enggak cuma baju, ada sepatu, tas, dan lainnya. Ya gimana ya namanya juga orang Indonesia suka barang bagus harga murah,” katanya.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV, Kompas.com, Bangkapos.com