> >

Mantan Kepala PPATK Bongkar Praktik "Dukun" di Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu

Ekonomi dan bisnis | 9 Maret 2023, 13:01 WIB
Logo Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengungkap, ada praktik dukun yang banyak dilakukan oleh pegawai pajak. (Sumber: DJP)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengungkap, ada praktik "dukun" yang banyak dilakukan oleh pegawai pajak.

Dukun disini maksudnya pegawai tersebut juga berperan sebagai konsultan wajib pajak. Yunus menyebut, praktik itu sudah berlangsung lama di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.

"Dulu zaman pak Fuad Rahmany mengeluh, 'ini mereka banyak yang menjadi dukun,' katanya," kata Yunus seperti dikutip dari program Ni Luh di Kompas TV, ditulis Kamis (9/3/2023).

Fuad Rahmany adalah Dirjen Pajak periode 2011-2014. Pegawai pajak yang merangkap konsultan pajak itu mengakali agar pajak yang dibayarkan kliennya tidak terlalu besar. Hal itu jelas melanggar aturan.

"Dukun dipelihara oleh wajib pajak sebenarnya. Jadi dia jadi konsultan. Bisa juga dia kasih tax planning, bisa juga dia kasih kemudahan-kemudahan untuk perpajakan," ujar Yunus.

Baca Juga: Pergerakan Dana Mencurigakan Rp300 T di Kemenkeu, PPATK: Terkait Tindak Pidana

Di sisi lain, Yunus mengatakan jumlah "dukun" di Ditjen Pajak sudah mulai berkurang saat ini, karena jalannya penegakan hukum.

"Jadi Pak Fuad dulu pernah. Dia tanya ke mereka, 'wajib pajak ini masih jadi warga binaan enggak?' Ternyata masih ada yang mau ngaku. tapi sedikit, tidak banyak," tutur Yunus.

Ia menjelaskan, modus-modus yang digunakan para "dukun" ini untuk memuluskan pembayaran pajak kliennya. Misalnya dengan membuat perencanaan pajak atau tax planning bagi wajib pajak tertentu.

Tax planning dibuat agar jumlah pajak yang harusnya dibayarkan jauh lebih kecil. Atau bahkan, wajib pajak tersebut bisa benar-benar bebas pajak.

"Tax planning ini bagaimana mengatur pajak dari perusahaan atau seseorang biar dia nanti dari sudut perpajakan aman. Dan di sini kan menyimpang," kata Yunus.

Baca Juga: Dipecat Dari PNS Kemenkeu, Rafael Alun Masih Dapat Pensiun? Ini Penjelasannya

"Diatur oleh si konsultan yang orang pajak ini ya yang disebut 'dukunnya' dari si warga binaan wajib pajak itu," ucapnya.

Diberitakan Kompas TV sebelumnya, konsultan pajak yang bekerja sama dengan pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo, diduga melarikan diri ke luar negeri.

Konsultan pajak tersebut diduga menjadi nominee bagi Rafael Alun. Adapun nominee merupakan modus yang biasa dilakukan pelaku tindak pidana pencucian uang (TPPU). Nominee bekerja untuk menyamarkan uang hasil tindak pidana.

Hal itu dibenarkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

“Ya kami mendengar pengaduan masyarakat mengenai hal tersebut,” kata Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, seperti dikutip dari Kompas.com, Senin (6/3/2023).

Baca Juga: Sederet "Dosa" Rafael Alun di Kemenkeu: Tak Bayar Pajak hingga Sembunyikan Harta

“Berdasarkan data yang ada kami menduga ada mantan pegawai pajak yang bekerja pada konsultan tersebut,” ujarnya.

PPATK mengendus adanya peran professional money laundrer (PML) atau pencuci uang profesional yang digunakan oleh Rafael Alun, untuk menyembunyikan harta kekayaannya.

 

Sebelumnya, PPATK juga sudah memblokir rekening konsultan pajak tersebut dan beberapa pihak terkait lainnya.

“Iya ada pemblokiran terhadap konsultan pajak yang diduga sebagai nominee RAT serta beberapa pihak terkait lainnya,” ujar Ivan pada akhir pekan lalu.

Ia membeberkan, ada transaksi keuangan yang cukup besar dan intense yang dilakukan oleh nominee. Namun Ivan belum bisa mengungkap besara transaksinya.

Rafael Alun Trisambodo diketahui memiliki harta kekayaan resmi sebesar Rp56 miliar yang dilaporkan dalam LHKPN ke KPK. Jika benar Rafael menggunakan nominee untuk melakukan pencucian uang dan menyembunyikan hartanya, maka jumlah kekayaannya jauh lebih besar dari yang ada di LHKPN.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU