Polda Metro Jaya Akan Latih Debt Collector Agar Bisa Menagih Tanpa Ancaman dan Kekerasan
Ekonomi dan bisnis | 7 Maret 2023, 11:12 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Polda Metro Jaya akan bekerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) untuk melatih debt collector.
Untuk merancang program pelatihan tersebut, Polda Metro Jaya sudah mengadakan Focus Group Discussion (FGD) bersama para ahli dan lihak terkait pada Senin (6/3/2023).
Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran mengatakan, sebenarnya ada ketentuan yang harus dipatuhi oleh pihak yang melakukan penagihan atau debt collector.
Yakni Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 35 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
"Ada ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi. Pertama, perusahaan debt collector harus berbentuk PT dan pegawai penagihan harus memiliki sertifikasi dari asosiasi," kata Fadil dikutip dari laman resmi polri.go.id, Senin (6/3/2023).
Baca Juga: Viral Debt Collector Berani Maki-Maki Polisi, Ini Tips Menghadapi Debt Collector Dari OJK
Pelatihan diberikan agar debt collector bisa melakukan penagihan dengan cara tanpa kekerasan dan tanpa ancaman.
"Nah ini mungkin bisa kita kerjasamakan dengan Polda Metro Jaya dalam bentuk pelatihan dan pendidikan terhadap perusahaan tersebut dan karyawannya, karyawan bagian penagihan, agar pelaksanaan penagihan sesuai ketentuan yang diamanatkan OJK," ujar Fadil.
Menurutnya, masyarakat yang banyak ditagih oleh debt collector adalah masyarakat menengah ke bawah. Jika sampai terjadi ancaman dan kekerasan akan sangat merugikan masyarakat.
"Saya mewakili perasaan masyarakat bawah, yang leasing ini masyarakat bawah, yang ekonominya pas-pasan. Ini perlu dilihat betul suasana kebatinan dalam menagih. Oleh sebab itu ingin kita latihkan," tuturnya.
Dalam FGD tersebut, pihak Polda Metro Jaya mendapat banyak masukan tentang kemampuan apa saja yang perlu dimiliki debt collector, sehingga bisa menagih tanpa kekerasan.
"Ingin kita latihkan, tidak boleh lagi ada cara-cara penagihan yang bertentangan dengan hukum, apapun bentuknya, pengancaman, perampasan di tengah jalan. Ini tidak boleh lagi terjadi," ucap Fadil.
Baca Juga: Debt Collector yang Bentak Polisi Ditangkap, Pelaku Minta Maaf dan Imbau Rekan Kerja Bersikap Santun
Sebelumnya, ramai diperbincangkan aksi debt collector yang menarik paksa mobil selebgram Clara Shinta di sebuah apartemen di Jakarta Selatan. Dalam video yang beredar di media sosial, debt collector tersebut bahkan memaki-maki petugas polisi yang mencoba memediasi mereka.
Padahal, dalam melaksanakan tugasnya melakukan penagihan sebagai rekanan bank, pinjaman online (pinjol) atau leasing, ada aturan-aturan dan etika yang harus dipatuhi debt collector.
Dalam Peraturan OJK Nomo 6 Tahun 2022, disebutkan jika perusahaan jasa keuangan (PUJK) melaksanakan pengalihan hak tagih kepada pihak lain berdasarkan perjanjian kredit atau pembiayaan dengan Konsumen, PUJK wajib memenuhi tata cara pengalihan hak tagih kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengalihan hak tagih kepada pihak lain harus memenuhi syarat:
a. dimuat di dalam perjanjian kredit atau pembiayaan; dan
b. diberitahukan kepada Konsumen atau disetujui oleh Konsumen.
Baca Juga: Asosiasi Fintech Sebut Sertifikasi Debt Collector Bisa Cegah Kasus Penagihan Tak Beretika
Kemudian, PUJK juga wajib memastikan pengalihan hak tagih kepada pihak lain tidak menimbulkan kerugian bagi Konsumen.
PUJK juga wajib mencegah Direksi, Dewan Komisaris, Pegawai, dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PUJK dari perilaku memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain; dan/atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya, yang berakibat merugikan Konsumen.
Serta, PUJK wajib memiliki dan menerapkan kode etik Perlindungan Konsumen dan Masyarakat yang telah ditetapkan oleh masing-masing PUJK.
Dalam ayat 1 Pasal 8 aturan tersebut disebutkan:
“PUJK wajib bertanggung jawab atas kerugian Konsumen yang timbul akibat kesalahan, kelalaian, dan/atau perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, yang dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris, Pegawai, dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PUJK.”
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber :