Ford PHK 1.000 Karyawan di Pabrik Terbesar di Jerman, Ini Alasannya
Ekonomi dan bisnis | 23 Januari 2023, 08:36 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Badai PHK ternyata bukan hanya terjadi di industri telnologi. Pabrikan otomotif asal Amerika Serikat, Ford, juga berencana untuk memangkas lebih dari 1.000 pekerja di pabrik utamanya di Jerman.
Mengutip dari Antara, Senin (23/1/2023), Kepala dewan pekerja telah mengadakan pertemuan untuk semua 14.000 karyawan di pabrik Cologne. Pabrik itu merupakan pabrik Ford terbesar di Jerman.
Manajemen Ford menyebut PHK dilakukan karena perusahaan sedang beralih memproduksi kendaraan listrik, yang memerlukan perubahan signifikan. Adapun Ford memperkerjakan sekitar 20.000 orang di seluruh Jerman.
Baca Juga: Susul Microsoft, Google PHK 12.000 Karyawan, Menambah Maraknya PHK di Sektor Teknologi Dunia
"Transformasi (ke portofolio serba listrik) memerlukan perubahan signifikan dalam cara kami mengembangkan, membangun, dan menjual kendaraan Ford, dan akan berdampak pada struktur organisasi, bakat, dan keterampilan yang akan kami perlukan di masa depan," kata pihak Ford.
"Rincian lebih lanjut akan dibagikan setelah rencana kami final dan kami telah memberi tahu karyawan kami terlebih dahulu," kata Ford.
Sebelum kabar PHK beredar, Ford sudah lebih dulu menginvestasikan sekitar 2 miliar dolar untuk memperluas pabriknya di Cologne, yang memproduksi Ford Fiesta serta mesin, dan transmisi, untuk menghasilkan model bertenaga listrik sepenuhnya.
Baca Juga: Goldman Sachs PHK 3.000 Karyawan, Terbesar Sejak Krisis Keuangan 2008
Ford telah berkomitmen untuk menjual mobil penumpang listrik secara eksklusif di Eropa pada tahun 2030, dan merencanakan tiga kendaraan penumpang listrik baru dan empat kendaraan komersial listrik baru di Eropa pada tahun 2024.
Selain peralihan fokus bisnis, penjualan Ford juga tengah menurun. Salah satunya di Amerika Serikat, di mana penjualan Ford di AS pada 2022 turun 2,2 persen dibanding 2021, menjadi 1.864.464 unit.
Namun penjualan itu sudah membaik. Lantaran pada 2021, penjualan Ford turun 7 persen dibanding 2020.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Antara