Was-Was Soal Rencana Kebijakan Baru Pembelian Elpiji 3 Kg, Dinilai Ribet dan Warga Takut NIK Bocor
Kebijakan | 17 Januari 2023, 11:52 WIBTANGERANG, KOMPAS.TV – Rencana pemerintah memberlakukan kebijakan baru pembelian gas elpiji 3 kg menuai protes masyarakat, meski belum diterapkan sepenuhnya.
Pasalnya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) ingin pembelian gas eliji 3 kg wajib menunjukkan e-KTP agar proses distribusi elpiji bersubsidi tepat sasaran.
Selain itu, pembelian elpiji itu nantinya juga hanya bisa dilakukan di subpenyalur resmi atau pangkalan resmi elpiji, bukan di warung.
Kementerian ESDM bersama Pertamina diketahui masih akan melakukan uji coba pembelian elpiji 3 kg dengan menunjukkan KTP di lima kecamatan, yakni Cipondoh di Kota Tangerang, Ciputat di Tangerang Selatan, Ngaliyan di Semarang, Batu Ampar di Batam, dan Kecamatan Mataram di Mataram.
Membingungkan warga
Merangkum dari Kompas.com, kebijakan itu akan menimbulkan kebingungan warga. Beberapa pemilik warung kecil dan konsumen di Tangsel pun menolak kebijakan tersebut.
Madin (58), seorang warga Suka Bakti, Serua Indah, Ciputat, Tangsel menilai kebijakan itu hanya akan membuat bingung warga yang hendak membeli elpiji 3 kg. Warga harus mencari pangkalan resmi terlebih dahulu.
"Enggak setuju, karena membingungkan warga, nyari-nyari pangkalan bingung. Enggak semua orang tahu di mana lokasi pangkalan. Enggak semua orang punya motor dan bisa bawa motor," ujarnya, Senin (16/1/2023).
Baca Juga: Siap-siap Beli Elpiji 3Kg Pakai KTP, Kini Hanya Dijual di Penyalur Resmi dan Warung Khusus
Takut NIK KTP bocor
Kemudian ada Sami (36), Warga Tangsel yang menuturkan, menunjukkan KTP saat pembelian gas elpiji 3 kg hanya akan mempersulit masyarakat. Selain itu, Sami juga takut data pribadinya berupa nomor NIK dapat bocor nantinya.
"Pada intinya kita kan beli. Jangan dibikin susah terus enggak usah pakai KTP, bikin ribet. Ngeri KTP kan ada nomor NIK-nya. Kayak mau ambil bansos saja pakai KTP segala," cetusnya.
Matikan warung kecil
Yuyut (39), pemilik pangkalan elpiji resmi di Suka Bakti, Serua Indah, Ciputat, Tangsel mengaku juga tidak setuju jika kebijakan baru mengenai pembelian elpiji 3 kg diberlakukan. Ia merasa tidak enak jika membuat mati usaha warung kecil lantaran selama ini yang menjadi pelanggannya merupakan pemilik warung-warung kecil.
"Enggak enak juga kita, biasa kan warung-warung dagang, kalau gitu kan matiin usaha warung. Lagian sama saja belum tentu untung," ujar Yuyut saat ditemui, Senin (16/1/2023).
Selain itu, Yuyut juga mengaku akan merasa kerepotan jika harus menjual gas elpiji 3 kg secara langsung ke konsumen. Sebab, konsumen hanya akan membeli elpiji satu buah, berbeda dengan warung yang langsung membeli dalam jumlah besar.
"Yang paling banyak ngambil ke pangkalan kan warung-warung, minimal 10. Kalau orang nanti beli di pangkalan paling cuma 1," katanya.
Ribet
Icha (29), warga Sawah Baru, Ciputat, Tangsel pun mengaku tidak setuju atas rencana kebijakan tersebut. "Enggak setuju (enggak boleh di warung). Enggak tahu tempat pangkalannya, jadi makin susah kalau jalan malah lumayan jauh. Kalau lagi buru-buru, ribet belinya," katanya, Sabtu (14/1/2023).
Icha mengaku tidak keberatan jika memang wajib menunjukkan KTP saat membeli elpiji 3 kg, asalkan pembelian masih bisa dilakukan di warung-warung kecil.
Warga Tangsel lainnya bernama Nadia (31) juga mengatakan hal yang sama. Menurut dia, kebijakan baru itu hanya akan semakin membuat ribet emak-emak yang sedang masak terburu-buru.
"Ribet banget sih, secara kalau kehabisan gas pas lagi masak, pastinya ke warung yang pas banget sebelah rumah. Apalagi kan aku jual kue, dan ovennya pake gas," kata Nadia.
Berbeda dengan Icha, Nadia mengaku berkeberatan jika setiap pembelian gas elpiji 3 kg wajib menunjukkan KTP.
Persulit emak-emak
Tuti (37), warga Suka Bakti, Serua Indah, Ciputat, Tangsel, mengaku berkeberatan jika kebijakan pembelian gas elpiji 3 kg hanya bisa dilakukan di pangkalan resmi elpiji diberlakukan.
"Enggak setuju saya mah, entar ribet nyarinya. Kalau kita tahu tempatnya enak (nyarinya). Terus kalau di pangkalan harganya murah, enggak apa-apa saya jabanin. Kalau harganya sama saja, ya ngapain," kata Tuti saat ditemui, Senin (16/1/2023).
Tuti menilai kebijakan itu hanya akan mempersulit warga dalam memperoleh elpiji 3 kg dan membuat ribet emak-emak saat terburu-buru masak, tetapi kehabisan gas elpiji.
"Kalau lagi masak tiba-tiba gas habis, nasi belum matang gimana. Kita nyari gas orang di rumah sudah kelaparan, pulang-pulang malah berantem yang ada, namanya orang laper kan galak," kata Tuti.
Belum ada sosialisasi
Fauzan (25), admin pangkalan elpiji di Suka Karya, Serua, Ciputat, Tangerang Selatan, mengaku belum mengetahui uji coba pembelian elpiji subsidi menggunakan KTP. Padahal, Ciputat menjadi salah satu wilayah uji coba kebijakan tersebut.
Hingga saat ini, Fauzan berujar, belum ada sosialisasi mengenai uji coba kebijakan tersebut ke pangkalan tempatnya bekerja. Karena itu, pangkalan elpiji tersebut belum menerapkan uji coba pembelian elpiji 3 kg menggunakan KTP.
"Di sini belum berlaku, saya juga baru tahu kalau harus nunjukin KTP, belum ada info. Sosialisasi juga belum ada," ujarnya, Sabtu (14/1/2023).
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV/Kompas.com