Ketika Erick Thohir Optimis Cuan BUMN di 2022 Bisa Tembus Rp200 Triliun
Bumn | 16 Januari 2023, 07:12 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memperkirakan laba BUMN pada tahun 2022 bisa mencapai Rp200 triliun. Jumlah itu naik signifikan dari capaian Rp125 triliun di tahun 2021.
Erick mengatakan, hal itu bisa tercapai karena efisiensi yang dilakukan BUMN. Mulai dari efisiensi operasional hingga menekan biaya.
"Kemungkinan laba BUMN tahun ini Rp200 triliun, kemungkinan. Ini belum tutup buku," kata Erick pada akhir pekan lalu, seperti dikutip dari Antara, Senin (16/1/2023).
Hingga kuartal III 2023 atau September 2023, laba BUMN tercatat sebesar Rp155 triliun. Saat ini penghitungan laba BUMN masih dalam proses audit.
Ia mencontohkan Pertamina yang berhasil melakukan efisiensi sekitar 1,9 miliar dolar AS pada tahun 2021 dan di tahun 2022 sebesar 600 juta dolar AS.
Baca Juga: Tiga BUMN Industri Pakaian, Gelas, dan Kertas yang Dibubarkan Jokowi di 2022
Kemudian PLN juga bisa menekan belanja modal alias capital expenditure (capex) sampai 30 persen. Sehingga PLN bisa membayar utang dan jumlahnya berkurang dari Rp500 triliun menjadi Rp404 triliun.
Menurut Erick, efisiensi BUMN harus dilakukan di tengah permasalahan tingginya harga pangan saat ini, yang menjadi salah satu permasalahan yang harus diwaspadai.
BUMN kini sedang mempelajari, agar bisa menjadi pembeli siaga atau off taker dalam membeli hasil petani, khususnya untuk kelapa sawit, gula, hingga padi.
"Ini yang kami sedang akan siapkan, rancangan untuk membeli kebutuhan pokok," ujar Erick.
Baca Juga: Erick Thohir Bantah BUMN Merugi: Jangan Terjebak Isu dari Medsos
Selain harga pangan, dia menyebutkan harga energi saat ini turut menjadi perhatian. Baru-baru ini, Pertamina sudah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertamax, sejalan dengan turunnya harga minyak dunia.
Kementerian BUMN pun juga sedang melakukan proses membandingkan perusahaan alias benchmarking terkait produksi minyak Indonesia dengan perusahaan dunia, khususnya dari segi ongkos produksi.
"Jangan sampai nanti perusahaan minyak yang lain harga produksinya sekian, Pertamina justru lebih mahal. Nah ini efisiensi," sebut Erick.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Antara