Dukung Larangan Ekspor Bauksit, Ketum KADIN Harap Timah dan Emas Menyusul
Ekonomi dan bisnis | 27 Desember 2022, 15:16 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Arsjad Rasjid menyatakan, pihaknya menyambut baik kebijakan Presiden Joko Widodo terkait larangan ekspor mineral mentah berupa bijih bauksit. Larangan Presiden tersebut akan terhitung efektif mulai bulan Juni 2023.
Menurut Arsjad, kebijakan itu memang diperlukan untuk mendukung industri
pengolahan dan pemurnian dalam negeri ini. Beleid itu juga sudah sesuai amanat Undang-Undang Minerba terbaru yaitu UU No. 3 Tahun 2020.
Arsjad dalam keterangan tertulis Selasa (27/12/2022), menyatakan, "larangan ekspor nikel dan bauksit ini bukan semata-mata tanpa alasan, tapi perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah terhadap sumber daya alam (SDA) di Indonesia".
Menurut keterangan tertulis Arsjad, apabila Indonesia hanya mengekspor bahan mentah, "ya kita sebetulnya dirugikan".
Larangan ekspor dia menyatakan sebagai hak bangsa untuk mempunyai nilai tambah. Jadi, menurut dia, "memang langkah ini dilakukan hasil evaluasi oleh pemerintah atas skema yang sebelumnya dan juga untuk mendorong industrialisasi dalam negeri".
Baca Juga: Indonesia Resmi Larang Ekspor Bauksit Mentah Mulai Juni 2023, Media Asing Langsung Ramai Beritakan
Di sisi lain, Arsjad menganggap kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah akan semakin terakselerasi jika didukung oleh peta jalan hilirisasi yang jelas. Bukan sekadar membangun smelter sebanyak-banyaknya tanpa punya arah dan tujuan.
Saat ini, smelter atau pabrik pengolahan dan pemurnian bijih bauksit terdapat di
Sulawesi Tengah-Tenggara, Halmahera Timur-Selatan, Galang Batang Pulau Bintan, dan Kalimantan Barat.
Arsjad berharap pemerintah mengembangkan hilirisasi barang tambang lainnya, seperti timah, tembaga dan khususnya emas. "Kita harus memanfaatkan kekayaan SDA kita untuk diolah sebaik
mungkin dan menghasilkan nilai tambah yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia."
Baca Juga: Tok! Jokowi Larang Ekspor Bijih Bauksit Mulai Juni 2023
"Jadi itu yang menjadi dasar kenapa pemerintah mendorong untuk program hilirisasi industri."
Ia optimistis hilirisasi bauksit akan berjalan seperti nikel yang terintegrasi dari hulu ke hilir, hingga benar-benar menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan bukan sekadar barang setengah jadi.
Hilirisasi akan dapat mengakselerasi pengolahan bauksit itu sampai menjadi produk aluminium ingot pada 2025. Ini akan memberikan dampak bagi perekonomian nasional melalui hilirisasi bauksit, industri ringan, dan logistik modern yang ramah lingkungan.
“Aluminium ingot sangat diperlukan industri dalam negeri, seperti pelat, billet, scrap, dan bentuk profil yang diperlukan dalam proses di industri seperti pesawat terbang, kapal, otomotif, dan konstruksi.”
Ia melanjutkan, dalam beberapa tahun ke depan, diharapkan seluruhnya bisa diisi dari industri aluminium dalam negeri. Dengan cadangan bauksit yang ada, Indonesia punya potensi
memenuhi kebutuhan aluminium sampai beberapa puluh tahun ke depan.
Baca Juga: Jokowi Tegaskan RI Bukan Negara Tertutup Meski Larang Ekspor Nikel dan Bauksit
Adapun bauksit dengan kapasitas terbesar itu berada di Kalimantan Barat.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, smelter terpasang untuk bijih bauksit di RI saat ini sudah sebanyak 4 unit, dengan kapasitas olahan alumina mencapai 4,3 juta ton setiap tahunnya.
“Selain itu pemurnian bauksit dalam tahap pembangunan itu kapasitas inputnya adalah 27,41 juta ton dan kapasitas produksinya 4,98 juta ton atau mendekati 5 juta ton,” kata Airlangga pada pekan lalu.
Penulis : Dina Karina Editor : Purwanto
Sumber :