Survei CHED ITB: Pedagang Untung Sampai 30 Persen Jika Jual Rokok Eceran
Kebijakan | 27 Desember 2022, 10:30 WIBPeneliti dari lembaga yang sama Diyah Hesti K menyampaikan, bila melihat data milik Badan Pusat Statistik tahun 2021, rokok juga telah menjadi prioritas belanja kedua dalam rumah tangga setelah beras.
Seharusnya dengan melihat bahaya dari rokok eceran tersebut, kata Diyah, pemerintah perlu mengendalikan penjualan rokok melalui lewat pembatasan seperti yang dilakukan oleh Jepang.
Di mana Jepang menerapkan sistem jual beli rokok hanya dapat dilakukan secara terbatas di toko-toko yang memiliki izin resmi.
Namun melihat kondisi di Indonesia, Diyah menyarankan pemerintah untuk melarang penjualan rokok secara eceran karena sudah mencapai 70 persen lebih di sejumlah titik penjualan.
Baca Juga: YLKI Sebut Penjualan Rokok Ketengan Perlu Dilarang Imbas Cukai Rokok Naik 10 Persen
"Pemerintah juga perlu mengendalikan tembakau dengan simplifikasi struktur tarif cukai agar administrasi pemungutannya lebih sederhana dan memudahkan pengawasan peredaran rokok," tutur Diyah.
Sebagai informasi, salah satu program pemerintah 2023 yang diatur dalam Keppres 25/2022, adalah Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Tahun Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Dengan rencana perubahan yang akan dilakukan, Pemerintah akan menerapkan Aturan terkait rokok sebagai berikut:
1. Penambahan luas prosentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau;
2. Ketentuan rokok elektronik;
3. Pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi;
4. Pelarangan penjualan rokok batangan;
5. Pengawasan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media penyiaran, media dalam dan luar ruang, dan media teknologi informasi;
6. Penegakan dan penindakan; dan
7. Media teknologi informasi serta penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Dari poin-poin di atas, terlihat arah kebijakan pemerintah yang semakin mempersempit ruang gerak produk rokok. Sebagai informasi, tahun depan cukai rokok juga akan naik dan berlaku selama 2 tahun.
Itu artinya, disaat harga rokok per bungkus semakin mahal, perokok dilarang membeli per batang. Plus, melarang iklan rokok di media teknologi informasi atau digital.
Baca Juga: Profil Silmy Karim, Bos Krakatau Steel yang Jadi Dirjen Imigrasi dan Berharta Rp208 Miliar
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendukung rencana kebijakan pemerintah itu. Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan, dengan naiknya harga rokok, akan semakin banyak perokok yang membelinya secara eceran atau ketengan. Terutama perokok anak yang memang tidak punya banyak uang.
"Selain kenaikan cukai, akan efektif kalau tidak ada larangan rokok ketengan. Dari survei lembaga, 70 persen lebih anak anak membeli rokok ketengan. Pemerintah harus punya nyali untuk memotong mata rantai remaja dan rumah tangga miskin,” kata Tulus saat dihubungi Kompas TV, Selasa (27/12/2022).
Tulus bahkan menilai kenaikan cukai yang berkisar 5 persen hingga 15 persen masih kurang. Ia menyebut harusnya cukai rokok naik hingga 20 persen.
“Sebenarnya semakin tinggi persentasenya akan semakin efektif untuk melindungi konsumen dan pengendalian konsumsi rokok. Dengan angka 10 persen angka minimalis sekali. Kita ingin kenaikan itu 15-20 persen,” ujar Tulus.
Namun, ia berharap pemerintah bisa menegakkan pengawasan dengan ketat. Pasalnya rokok eceran dijual di warung-warung yang jumlahnya sangat banyak. Bukan hanya di warung di rumah warga, tapi juga warung di pinggir jalan dan pedagang kopi keliling.
Selain pelajar, konsumen rokok eceran ini juga dari kalangan pekerja informal seperti tukang ojek, pedagang, tukang bangunan, dan lainnya.
Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Antara, Kompas TV