Emak-Emak Pusing Cukai Rokok Naik, Tapi Bapak-Bapak Santai: Rejeki Mah Ada Aja
Kebijakan | 20 Desember 2022, 14:29 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Sri Ratmini gelisah saat tahu cukai rokok naik lagi tahun depan. Itu berarti, harga rokok akan naik dan otomatis pengeluaran suaminya untuk membeli rokok semakin besar.
Kepada Kompas TV, ia mengaku suaminya memang punya anggaran tersendiri untuk membeli rokok. Uang belanjanya yang Rp1,5 juta per bulan tidak pernah diambil lagi untuk beli rokok. Namun ia berpikir, jika harga rokok lebih murah tentu ia akan dapat uang belanja lebih banyak.
"Rp1,5 juta untuk makan sebulan mana cukup. Belum kalau beras, minyak goreng, dan gas habis," katanya saat dihubungi pada Selasa (20/12/2022).
Sri yang tinggal di Kampung Makasar, Jakarta Timur ini punya satu anak yang duduk di bangku Kelas 1 SMP. Ia pun sudah sering meminta uang belanjanya dinaikkan, tapi belum respons positif dari suaminya.
"Selama ini sudah protes, tapi ya mau gimana lagi. Terima saja," ujarnya.
Zat nikotin yang ada dalam rokok bersifat adiktif, sehingga membuat perokok kecanduan. Alhasil, meski pemerintah rajin menaikkan cukai rokok yang membuat harga rokok naik, mereka tetap membelinya.
Baca Juga: Daftar Kebijakan Berlaku di 2023: Blokir STNK, Cukai Rokok Naik hingga Bayar Tol Tanpa Sentuh
Seperti Bambang, perokok aktif yang merupakan konsumen produk Dji Sam Soe Super Premium. Ia kesal karena menilai pemerintah mengambil uang perokok setiap tahun untuk membiayai negara, tapi banyak larangan-larangan terkait perokok.
Tapi Bambang tidak kapok. Ia akan tetap menghisap rokok dalam jumlah seperti biasa, walau harganya akan naik.
"Rejeki mah ada aja," ucapnya saat disinggung pengeluaran bulanannya juga akan ikut naik.
Rokok yang dikonsumsi Bambang setiap hari saat ini dijual seharga Rp20.500 per bungkus isi 12 batang. Harga itu ia dapatkan saat membelinya di minimarket dekat rumahnya. Sementara harga yang tercantum di pita cukai rokok miliknya, adalah Rp19.650 atau lebih mahal hampir Rp1.000.
Tahun ini, Dji Sam Soe Super Premium yang merupakan Sigaret Kretek Tangan (SKT) dikenakan cukai Rp440 per batang. Jika dikalikan 12, maka total bea cukai dalam komponen harga rokok itu adalah Rp5.280.
Sedangkan tahun depan, cukai untuk rokok yang sama akan naik 5 persen menjadi 461. Sehingga dalam sebungkus rokok isi 12, ada komponen cukai sebesar Rp5.532.
Baca Juga: Forbes Rilis Daftar Orang Terkaya di Indonesia, Bos Rokok Tekor, Bos Batu Bara Naik 5 Kali Lipat!
Jadi kemungkinan, di tahun 2023 rokok tersebut akan punya harga resmi sekitar Rp19.900 dan Bambang akan membeli rokok itu dengan harga Rp21.000 di minimarket langganannya. Belum lagi jika ternyata produsen menaikkan biaya komponen pembentuk harga rokok yang lain, karena inflasi. Tentunya harganya akan jadi lebih tinggi.
Jumlah kenaikan cukai untuk SKT memang hanya 5 persen, karena pemerintah mempertimbangkan keberlangsungan produsen yang mempunyai banyak tenaga kerja.
Lain halnya dengan jenis rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) yang cukai nya naik 10 persen. Rokok SKM diantaranya adalah Djarum Super, Gudang Garam International, dan Sampoerna A-Mild. Sedangkan SPM adalah Marlboro Merah dan Camel.
Yang jelas, pemerintah akan mendapat tambahan pemasukan negara dengan naiknya cukai rokok. Lantaran satu perusahaan saja bisa memproduksi miliaran batang rokok setiap tahunnya. Sedangkan cukai rokok dikenakan per batang rokok, bukan per bungkus.
Pada tahun 2021 saja, negara mengantongi Rp188,8 triliun dari cukai rokok. Perusahaan rokok besar seperti Djarum, Gudang Garam, dan HM Sampoerna sudah pasti jadi penyumbang cukai rokok terbesar.
Baca Juga: Sri Mulyani: Rokok Jadi Konsumsi Kedua Terbesar dari Rumah Tangga Miskin
Dalam laporan keuangan di Bursa Efek Indonesia, Gudang Garam melaporkan telah menyetor Rp70,1 triliun cukai rokok. Jumlah itu naik jadi Rp74,3 triliun di tahun 2022. Dan akan naik lagi pada 2023.
Selain itu, pemerintah beralasan kenaikan cukai rokok akan membuat harga rokok semakin tidak terjangkau bagi perokok anak, sehingga pada akhirnya jumlah perokok anak akan menurun.
Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus
Sumber :