Batik Bomba khas Sulawesi yang Sempat Dipakai Elon Musk Saat B20 Tembus Pasar Amerika Serikat
Ekonomi dan bisnis | 19 November 2022, 12:20 WIBPALU, KOMPAS.TV – Kain tenun Donggala atau yang lebih dikenal dengan nama Batik Bomba khas Sulawesi saat ini telah berulangkali menembus pasar industri pakaian Amerika Serikat (AS).
Liswati, pemilik industry rumahan kain tenun Donggala mengungkapkan, pengiriman Batik Nomba khas Sulawei ke negeri Paman Sam tersebut sudah berlangsung sejak 2015.
"Pertama kali kami mengirim ke luar negeri itu tahun 2015 dan sejak itu sudah mulai rutin melakukan pengiriman sampai dengan sekarang," kata Liswati di rumah produksi kain tenun Donggala di Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (18/11/2022), dilansir dari Antara.
Sebagai informasi, Batik Bomba ini yang juga dikenakan oleh CEO Tesla Inc, Elon Musk dalam rangkaian B20 Summit pada 14 November 2022 lalu yang dihadiri secara virtual.
Batik berwarna hijau yang dikenakan Elon Musk itu merupakan salah satu motif dari Batik Bomba, khas Kabupaten Donggala, Sulteng yakni, Buya Bomba.
Mengutip dari Kompas.com, Kepala Dinas Pariwisata Sulawesi Tengah Diah Entoh menuturkan, batik motif Buya Bomb aitu rata-rata dipakai untuk pernikahan dan acara-acara pemerintahan.
“Namun saat ini sudah dimodifikasi untuk fesyen jadi bisa dipakai ke acara apa pun," tuturnya. Selain itu, Buya Bomba telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya tak Benda oleh UNESCO tahun 2015.
Baca Juga: Momen Elon Musk Hadiri B20 Secara Virtual dengan Kondisi Mati Lampu, Hingga Kenakan Batik Sulteng!
Lebih lanjut, Liswati menuturkan, sekali melakukan pengiriman ke luar negeri, seperti Amerika Serikat (AS), pihaknya dapat meraup keuntungan hingga Rp10 juta untuk beberapa kain tenun Donggala yang dijual mulai dari Rp200 ribu sampai Rp2 juta per helai.
"Karena biasanya kalau permintaan dari luar negeri itu tidak hanya satu atau dua lembar, tapi jumlahnya cukup banyak dan saat ini bukan hanya ke Amerika, saja namun juga sudah ke negeri India," sebutnya.
Baca Juga: Ketahui Makna 5 Corak Batik Ini: Parang, Kawung, Truntum, Sidoasih, dan Sekar Jagad
Sedangkan, untuk pasar domestik, Liswati mengaku sudah melayani permintaan ke seluruh wilayah Nusantara baik dilakukan secara individu maupun bersama pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah.
"Kalau pasar dalam negeri paling banyak permintaan itu dari Surabaya dan Jakarta, akan tetapi secara umum hampir seluruh provinsi sudah pernah kami layani untuk permintaan kain tenun Donggala dengan total keuntungan dalam satu bulan itu bisa mencapai Rp70 juta," ungkapnya.
Sayangnya, kondisi tersebut mulai berubah pascapandemi Covid-19 sebab mengalami penurunan permintaan dari berbagai daerah bahkan lokal.
Dibangun sejak 1975
Adapun rumah produksi kain tenun Donggala itu telah dimulai sejak 1975 oleh keluarga Liswati dengan berbagai fasilitas yang belum begitu memadai.
Dia merupakan generasi pertama dari bapaknya dalam melanjutkan usaha ini mulai tahun 2000 hingga sekarang.
Liswati mengaku memilih untuk melanjutkan industri tersebut karena mengandung nilai budaya yang dalam serta sejarah yang tidak dapat dinilai dari sisi ekonomi.
Oleh karena itu, pihaknya berharap agar pemerintah dapat mengedepankan berbagai program kerja yang dapat memberdayakan berbagai ekonomi dengan basis budaya.
"Karena melestarikan budaya adalah tanggung jawab bersama, bukan individu saja," tuturnya.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Gading-Persada
Sumber : Antara, Kompas.com