Pengamat: Secara Seremoni KTT G20 Sukses, tapi Ada Beberapa Catatan
Ekonomi dan bisnis | 17 November 2022, 14:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Rangkaian acara G20 sudah selesai dengan pernyataan Deklarasi Bali, pada penutupan KTT G20 di Nusa Dua, Bali, Rabu (16/11/2022). Presiden Jokowi menyerahkan Presidensi G20 kepada Perdana Menteri India Narendra Modi yang akan meneruskan keketuaan G20 2023.
Sejumlah capaian telah dihasilkan Presidensi G20 Indonesia, seperti komunike berupa Deklarasi Bali, Dana Pandemi atau Pandemic Fund, dana transisi energi hijau senilai lebih dari Rp314 triliun.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, secara seremoni KTT G20 Bali sukses besar.
"Yang lebih penting itu substansinya. Sebenarnya kesuksesan KTT G20 kemarin baru bisa diukur jika negara anggotanya benar-benar menjalankan kesepakatan yang dihasilkan. Termasuk soal pendanaan energi hijau di Indonesia," kata Bhima saat dihubungi Kompas TV, Kamis (17/11/2022).
Salah satunya, komitmen pendanaan dari Amerika Serikat, Jepang, lembaga keuangan internasional dan pihak swasta sebesar 20 miliar dolar AS.
Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Capaian Nyata G20 Bali, Ini Daftarnya
Bhima menjelaskan, selama sembilan bulan ke depan, Indonesia dan berbagai pihak terkait akan menyiapkan program transisi energi hijau, mulai dari penutupan PLTU batu bara dan pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan.
Dana berupa pinjaman tersebut berlaku selama lima tahun ke depan.
"Jadi dalam 3 sampai 5 tahun ke depan, akan pembangunan besar-besaran dalam bidang energi hijau," ujar Bhima.
Ia mengingatkan, jangan sampai penutupan PLTU batu bara menggunakan lebih banyak dana dibanding pembangunan infrastruktur energi hijau.
"Pemerintah juga harus memperhatikan nasib masyarakat dan pekerja yang sebelumnya bekerja di sektor batu bara. Mereka juga pasti terdampak," ucapnya.
Bhima menekankan, transisi energi hijau akan dilakukan saat Indonesia sedang menikmati booming harga komoditas. Namun menurutnya, pengusaha batu bara tidak perlu resisten dengan hal itu.
Baca Juga: RI Dapat Investasi Miliaran Dollar di KTT G20, Pembangunan MRT Sampai Penutupan PLTU Batu Bara
Lantaran mereka juga menyadari naiknya harga komoditas hanya sementara, karena faktor Perang Rusia-Ukraina.
Sedangkan dalam jangka panjang, energi baru dan terbarukan (EBT) seperti panas bumi, gas, tenaga angin, dan tenaga air akan menjadi kebutuhan.
"Meski ada booming komoditas, konflik Rusia-Ukraina justru mengajarkan negara-negara di dunia agar tidak tergantung dengan minyak. Makanya investasi di EBT ini kan dananya gede banget. Karena mereka sadar subsidi minyak sangat memberatkan," jelas Bhima.
Kembali ke hasil G20, Bhima menyebut sebenarnya Indonesia bisa menghasilkan capaian nyata lebih dari saat ini.
Salah satunya adalah terkait program keringanan utang bagi negara-negara miskin. Seperti diketahui, utang negara-negara miskin meroket akibat pandemi Covid.
Yang sudah dicapai adalah keringanan berupa penundaan dan pengurangan utang bagi negara miskin. Seharusnya, Indonesia juga bisa menikmati fasilitas tersebut.
"Namun karena pembahasannya masih fokus untuk keringanan utang negara miskin. Sedangkan Indonesia termasuk negara berpenghasilan menengah," kata Bhima.
Baca Juga: BI Luncurkan QRIS Antar Negara, Bayar Belanjaan di 4 Negara Ini Cukup Pakai Ponsel
Kemudian soal regional payment connectivity antarnegara ASEAN, di mana warga Indonesia yang berkunjung ke Malaysia, Singapura, dan Thailand kini bisa melakukan pembayaran menggunakan QRIS dari ponselnya. Begitu juga sebaliknya.
Bhima menilai, seharusnya cakupan kerja sama tersebut bisa diperluas hingga ke seluruh negara anggota G20.
"Untuk mencapainya, Bank Indonesia harus melakukan banyak pertemuan bilateral dengan bank sentral negara-negara anggota G20," sebutnya.
Penulis : Dina Karina Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : KOMPAS TV