Dirjen Minerba soal Larangan Ekspor Timah: Jangan Sampai Bisa Buat, tapi Tak Bisa Jual
Kebijakan | 20 Oktober 2022, 08:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah berencana melarang ekspor timah mentah, untuk meningkatkan hilirisasi produk timah di dalam negeri. Namun rencana itu menuai perdebatan, lantaran industri dalam negeri dinilai belum siap menyerap produk jadi timah.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengungkapkan, serapan hilirisasi balok timah (tin ingot) masih sangat rendah, yakni sebesar 5 persen.
"Dari sekian banyak produk, hanya kurang lebih 5 persen yang lebih hilir dari tin ingot yang dikelola di dalam negeri. Ini PR paling besar ketika pelarangan ekspor tin ingot terjadi," kata Ridwan dalam Indonesia Tin Conference 2022 di Jakarta, Rabu (19/10/2022) seperti dikutip dari Antara,
Ridwan menyatakan, pemerintah juga memikirkan semua aspek sebelum nantinya resmi melarang ekspor timah. Dari data yang ada, memang belum banyak industri hilir yang bisa menyerap tin ingot hasil hilirisasi. Di sisi lain, industri hilir seperti otomotif dan elektronik yang sudah ada pun memiliki jaringan rantai pasok sendiri.
Baca Juga: Ada Kesenjangan Antara Industri Hulu dan Hlir, Larangan Ekspor Timah Masih Dikaji
"Ketika hilirisasi ini nanti jadi kewajiban, bagaimana kita menyiapkan diri, misalnya, jangan sampai kita bisa buat tapi tidak bisa jual," ujar Ridwan.
Ridwan menjelaskan, pemerintah tengah menyiapkan data kondisi saat ini dan waktu yang diperlukan untuk menciptakan ekosistem hilirisasi di dalam negeri.
Pemerintah juga telah mengundang ahli pembangunan hingga asosiasi profesi untuk mengkaji kebutuhan investasi, lokasi dan durasi pembangunan, hingga investor potensial terkait pembangunan smelter dan industri hilir tin ingot.
Ridwan mengungkapkan, meski tin ingot sudah cukup hilir, smelter PT Timah yang mengolah bijih timah telah berusia sekitar 50 tahun sehingga perlu dilakukan upaya transformasi lebih lanjut.
Baca Juga: Sejumlah Komoditas Ekspor Kinerjanya Tak Terpengaruh Resesi Dunia, Sawit Tetap Jaya
"Setahu saya, smelter PT Timah itu dibangun tahun 1971, artinya 50 tahun lalu, pantas-pantas saja kalau pimpinan pemerintah mengatakan masak 50 tahun gitu-gitu saja? Harus ada langkah maju yang dilakukan," tuturnya.
Ridwan juga mengatakan pelarangan ekspor dilakukan sebagai wujud UU Nomor 4 Tahun 2009 dan UU Nomor 3 Tahun 2020 yang mengamanatkan hilirisasi.
Ridwan pun mengimbau pelaku usaha di industri timah bisa memberikan masukan konstruktif kepada pemerintah. Ia juga meminta pengusaha menyiapkan diri, termasuk berkonsorsium membangun industri yang lebih hilir.
"Kita juga perlu mempertimbangkan dampak penyerapan tenaga kerja. Kita perlu lapangan kerja yang banyak. Arahan ini untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat," ucap Penjabat Gubernur Bangka Belitung itu.
Baca Juga: Ekspor dan Impor Capai Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah, Ini Dia Penyebabnya
"Kemudian, yang menurut kami paling tidak saat ini, adalah penetrasi pasar. Timah kita sudah (diekspor) ke 26 negara. Kalau kita ekspor ingot-nya, apa yang mereka lakukan dengan ingot kita? Bisakah nanti ketika kita sudah produksi tin solder, tin chemicals, siapa yang mau beli produk kita. Bapak ibu pelaku industri ini bantu pemerintah supaya jangan sampai kita bisa buat, tidak bisa jual," ujarnya.
Sejauh ini, kegiatan ekspor timah yang dilakukan oleh Indonesia merupakan logam timah dengan jenis kandungan timah Ingot Sn 99,99 atau 99,99 persen.
Ridwan mengatakan, pemerintah akan berhati-hati sebelum menerapkan larangan ekspor timah.
Apalagi, ketergantungan masyarakat terhadap industri hulu timah terhitung tinggi, khususnya di Provinsi Bangka Belitung sebagai penghasil timah terbesar di Indonesia.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Antara