BI: Kenaikan Bunga Acuan Akan Kembalikan Inflasi Sesuai Target Pemerintah di Q3 2023
Kebijakan | 3 Oktober 2022, 10:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Bank Indonesia menyatakan, kenaikan suku bunga acuan yang baru saja dilakukan oleh bank sentral, diharapkan bisa mengembalikan inflasi sesuai target pemerintah di pertengahan tahun depan. Tepatnya memasuki kuartal III 2022 atau Juli-September 2022.
Kepala Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Solikin M Juhro mengatakan, kondisi yang terjadi saat ini bukanlah hal yang biasa. Sehingga dampak kenaikan suku bunga juga akan terasa lebih lambat.
"Dalam kondisi normal, butuh 2-4 bulan kenaikan bunga acuan akan berdampak pada suku bunga simpanan dan kredit. Nah Kalau sekarang masih agak lama karena likuiditas masih banyak," kata Solikin kepada Presenter Kompas TV Pascalis Iswari, dalam program Kompas Bisnis, Senin (3/10/2022).
Baca Juga: Bank Indonesia Naikkan Suku Bunga Acuan 50 bps Jadi 4,25 Persen
Meskipun dampaknya baru akan terasa lama, BI tetap menaikkan suku bunga. Ia mengatakan, dalam kondisi saat ini kenaikan suku bunga adalah sebuah keniscayaan.
"Takaran (kenaikan suku bunga) yang disampaikan BI ini lebih besar. Tapi sudah dihitung dengan cermat dan terukur untuk mengantisipasi yang terjadi di depan, supaya bisa direspons lebih awal sehingga dampak tekanannya tidak terlalu besar," tutur Solikin.
Solikin mengakui, banyak yang menilai kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin kemarin terlalu tinggi. Namun menurutnya angka tersebut sudah diperhitungkan BI dengan cermat.
Baca Juga: Kenaikan Suku Bunga AS Ternyata Penyebab PHK Karyawan Shopee, Ini Penjelasannya
Ia menyebut kenaikan suku bunga BI juga tidak terlalu tinggi jika dibanding dengan negara lainnya.
"Sepanjang 2022 ini kan total baru 75 basis poin kenaikannya. Kalau negara lain seperti Brasil sudah 400 basis poin, India hampir 150 basis poin, Meksiko 300 poin, dan Amerika Serikat juga 300 basis poin," ujar Solikin.
Ia menjelaskan, Indonesia juga memiliki keunggulan yang tidak dimiliki negara lain. Yakni sinergi antara bank sentral sebagai otoritas moneter dengan pemerintah sebagai otoritas fiskal.
"Pemerintah sebagai otoritas fiskal membantu menyerap dampak imported inflasi, sehingga dampaknya kepada masyarakat bisa ditekan," ucap Solikin.
Baca Juga: BI Rate Naik, Bunga Kredit Mobil-KPR hingga Harga Barang Bisa Ikut Naik, Ini Penjelasannya
Seperti diketahui, pemerintah sudah menebar bantuan sosial puluhan triliun rupiah sebagai kompensasi kenaikan harga BBM. Tujuannya, agar daya beli masyarakat terjaga dan tetap melakukan konsumsi, sebagai motor penggerak ekonomi.
Pemerintah mengatakan harga BBM naik karena mengikuti kenaikan harga minyak dunia.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV