Daya Listrik 450 VA akan Dihapus, YLKI: Tidak Tepat dan Tidak Adil
Kebijakan | 14 September 2022, 07:02 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, rencana pemerintah menghapus daya listrik 450 volt ampere (VA) tidak tepat.
Ia menilai, masih banyak golongan yang hanya memerlukan daya listrik 450 VA, bahkan kurang.
"Kalau mau membatasi subsidi dan agar subsidi tepat sasaran, batasi saja pemakaiannya, misalnya, 60 kWh per bulan. Jika lebih 60 kWh, maka dikenakan tarif non subsidi. Sebab jika konsep subsidi listrik bersifat gelondongan berdasar golongan VA-nya, memang tidak fair," kata Tulus kepada Kompas TV, Selasa (13/9/2022).
Baca Juga: Listrik 450 VA Dihapus dan Dinaikkan Jadi 900 VA, Pengamat: Subsidi Harus Tetap Jalan
Pemerintah dan DPR beralasan, daya listrik keluarga miskin dinaikkan dari 450 VA ke 900 VA agar kualitas hidup mereka juga meningkat. Selain itu, untuk menyerap kelebihan pasokan atau oversupply listrik PLN.
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah mengatakan, PLN saat ini terus mengalami kelebihan pasokan atau oversupply listrik. Pada 2022 ini kondisi surplus listrik PLN mencapai 6 gigawatt (GW) dan akan bertambah menjadi 7,4 GW di 2023, bahkan diperkirakan mencapai 41 GW di 2030.
"Kalau nanti EBT (energi baru terbarukan) masuk maka tahun 2030 PLN itu ada 41 giga oversupply. Bisa dibayangkan kalau 1 GW itu karena kontrak take or pay maka harus bayar Rp3 triliun, sebab per 1 giga itu (bebannya) Rp3 triliun," terang Said dalam rapat Senin (12/9).
Baca Juga: Daya Listrik 450 VA akan Dihapus, Penerima Subsidi Listrik Dinaikkan Jadi 900 VA dan 1.200 VA
Sebagai informasi, dalam kontrak jual-beli listrik antara PLN dengan produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP), ada yang namanya skema take or pay. Artinya, dipakai atau tidak dipakai listrik yang diproduksi IPP, harus tetap dibayar PLN sesuai kontrak.
Skema tersebut membuat oversupply justru menjadi beban PLN. Sehingga Banggar menyarankan pemerintah perlu menaikkan daya listrik penerima subsidi agar menyerap listrik PLN yang saat ini mengalami oversupply.
Menanggapi hal itu, Tulus menyatakan kelebihan oversupply listrik PLN tidak adil dan tidak akan terserap, jika dibebankan pada konsumen rumah tangga.
"Oversupply listrik PLN harusnya diserap oleh sektor industri dan bisnis, bukan rumah tangga," tandasnya.
Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus
Sumber :