Apa Kabar Hilirisasi Nikel Indonesia? Dilirik Elon Musk dan Sekarang Digugat Uni Eropa di WTO
Ekonomi dan bisnis | 13 September 2022, 12:39 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Indonesia tengah menghadapi gugatan Uni Eropa yang dilayangkan lewat Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) karena kebijakan melarang ekspor nikel. Pemerintah Indonesia pun dikabarkan akan kalah dalam gugatan tersebut.
Sebagaimana diketahui, kebijakan Pemerintah Indonesia yang melarang ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020 lalu bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di dalam negeri. Untuk itu dikeluarkanlah UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menerapkan pelarangan ekspor bahan mentah produk pertambangan.
Aturan ini juga dibuatkan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri untuk implementasi-nya. Uni Eropa lantas menganggap UU Minerba yang ditetapkan menyulitkan mereka untuk kompetitif dalam industri besi dan baja khususnya produktivitas industri stainless steel Uni Eropa.
Pantas saja, sebagai produsen dan pemilik cadangan bijih nikel terbesar di dunia, Indonesia memiliki peran penting dalam perdagangan nikel. Indonesia memproduksi 1 juta metrik ton nikel, atau 37 persen dari total produksi nikel dunia yang berkisar di angka 2,7 juta metrik ton.
Upaya hilirisasi nikel Indonesia
Di tengah gugatan WTO, hilirisasi nikel dinilai dapat memberikan dampak positif bagi perkonomian negara. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (EDM) pada 2020 silam pernah menyatakan bahwa, selain dapat meningkatkan nilai rantai pasok produksi, hilirisasi dapat menyelamatkan komoditas bijih nikel dari gejolak harga.
Nah, pelaksanaan kebijakan larangan ekspor demi memperbesar hilirasasi ini tentu banyak kendala. Pemerintah sebenarnya telah melarang ekspor hasil tambang pada tahun 2014 tapi larangan itu dicabut pada tahun 2017 karena penurunan produksi nikel, lambatnya pembangunan smelter, dan defisit neraca perdagangan.
Pemerintah kembali melarang ekspor mineral khusus untuk bijih nikel kadar rendah pada tahun 2020 seiring beroperasinya sejumlah smelter di tanah air.
Baca Juga: Smelter Nikel Tengah Dibangun, Pangdam TNI Jamin Stabilitas Keamanan Proyek
Tercatat, pada 2021 total smelter nikel yang ditargetkan beroperasi pada 2024 mencapai 30 smelter. Sebanyak 15 smelter sudah memiliki kemajuan pembangunan di atas 90 persen dan ada yang sudah beroperasi. Lalu, 10 smelter masih dalam tahap pembangunan 30 persen-90 persen, dan lima smelter masih kurang 30 persen dalam progres pembangunannya.
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan pun sempat menyampaikan, dengan penyetopan ekspor nikel, Indonesia diharapkan bisa menjadi negara yang memiliki produksi baterai lithium di dunia.
Targetnya, mulai tahun 2024 akan memulai memproduksi lithium baterai dan 2027 akan menjadi produsen lithium baterai yang pertama atau ke dua di dunia.
Bahkan, pemerintah Indonesia membidik Elon Musk atau Tesla Inc sebagai upaya dalam mengembangkan mata-rantai pasokan nikel dalam negeri, khususnya ekstrak bahan kimia baterai, produksi baterai, dan EV.
Adapun, Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi mengungkapkan, CEO Tesla Inc Elon Musk telah mengirimkan timnya ke Indonesia. Hal itu dilakukan setelah Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menawarkan nikel Indonesia saat bertemu dengan Elon Musk di Amerika Serikat (AS) beberapa waktu lalu.
Hal tersebut untuk memenuhi bahan baku pengembangan kendaraan berbasis listrik atau electric vehicle (EV) yang menjadi produk andalan Tesla. Atas pertemuan dan pembahasan itu, Elon Musk mengirimkan tim dari Tesla untuk bertemu dengan Luhut di Indonesia.
"Sebagai follow up, Tesla sudah mengirimkan enam orang tim dari Tesla yang berkunjung ke Indonesia dan melakukan pembahasan-pembahasan yang terkait," kata Jodi pada 11 Mei 2022 lalu, dilansir dari Kompas.com.
Indonesia berpotensi kalah gugatan
Adanya kabar kemungkinan Pemerintah Indonesia akan kalah dalam gugatan sengketa dagang bahan mentah atau bijih nikel ini cukup mengejutkan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara mengejutkan menyebut kemungkinan Indonesia akan kalah dari gugatan Uni Eropa di WTO tersebut.
Meski belum ada keputusan resmi dari WTO, Jokowi mengaku tidak kecewa dengan apapun hasil dari penyelesaian gugatan di ranah internasional ini karena industri pengolahan dan pemurnian nikel di dalam negeri juga telah terbangun.
"Tidak perlu takut setop ekspor nikel. Dibawa ke WTO nggak apa-apa. Dan kelihatannya kita juga kalah di WTO. Nggak apa-apa, tapi barangnya sudah jadi dulu, industrinya sudah jadi," ujar Jokowi dalam acara 'Sarahsehan 100 Ekonom' oleh INDEF dan CNBC Indonesia, Rabu (7/9/2022), dikutip dari Tribunnews.
Apakah gugatan ini akan menyurutkan langkah hilirisasi yang sudah dibangun? Kita tunggu.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV