> >

Soal Kenaikan Harga BBM, Sri Mulyani: Pemerintah Sudah Mencari Berbagai Cara untuk Lindungi Rakyat

Kebijakan | 7 September 2022, 10:33 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan soal kaikkan harga BBM merupakan langkah terakhir yang harus diambil pemerintah (Sumber: Kompas.tv)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) merupakan langkah terakhir yang harus diambil pemerintah lantaran APBN yang makin membengkak dan subsidi BBM yang lebih dinikmati masyarakat mampu. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa sebetulnya kenaikan harga BBM ini sudah mulai terjadi sejak tahun 2021, atau tepatnya pada semester kedua ketika  harga-harga komoditas mulai naik.

Saat menentukan APBN 2022,  diasumsikan harga BBM itu adalah 63 dolar AS per barel. Namun, ternyata harga melonjak sangat tinggi terutama sesudah terjadinya perang di Ukraina dan Rusia yang mengakibatkan sanksi terhadap Rusia yang merupakan produsen minyak yang sangat besar di dunia,

Jika melihat outlook harga minyak sampai dengan akhir tahun yang diterbitkan oleh EIA menunjukkan harga minyak di 104,8 dolar AS per barel dan berdasarkan forecast konsensus harga minyak bahkan mencapai 105 dolar AS

“Kenaikan harga BBM atau ICP (Indonesia Crude Price) melambung di atas 100 dolar AS. Bahkan, kenaikan harga minyak pada bulan Juli lalu mencapai 126 dolar AS untuk Brent. Kenaikan-kenaikan yang jauh di atas asumsi ini memang menimbulkan suatu tekanan dan pilihan kebijakan bagi pemerintah apakah kenaikan dari harga ICP dunia langsung dibebankan langsung pada masyarakat atau kita tahan,” ujarnya dalam wawancara eksklusif program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Rabu (7/9/2022). 

Sebagaimana diketahui, Indonesia memasok minyak dari Brent dan WTI (Nymex).

Upaya-upaya yang dilakukan

Oleh karena itu, pada bulan Juli yang lalu Kemenkeu sudah mengajukan ke DPR dan Presiden meminta untuk menaikkan subsidi BBM yang tadinya hanya 152 triliun,  naikkan anggarannya menjadi 502,4 triliun. Dengan kata lain, angka itu 3,4 atau 3,5 kali lipat dari anggaran awal.

“Ini karena kita tidak ingin rakyat dan perekonomian langsung menanggung beban kenaikan ICP atau harga minyak dunia yang memang melonjaknya sangat ekstrem,” jelasnya.

Kenaikan harga minyak ini tentunya terjadi di seluruh dunia termasuk negara-negara di Eropa terutama Amerika dan pasti memberatkan ekonomi dan masyarakatnya. Maka pilihan kebijakan setiap negara berbeda.  

“Untuk di Indonesia kita mencoba menahan bahkan kalau perlu harus menaikkan anggaran subsidi dan kompensasi hingga 3 kali lipatnya yaitu dari 152 menjadi 502,4 itu pun dilakukan,” ujarnya.

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU