APBN Surplus 6 Bulan Berturut-Turut, Sri Mulyani: Luar Biasa Positif
Ekonomi dan bisnis | 28 Juli 2022, 12:57 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, pada periode Januari-Juni 2022, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) surplus Rp 73,6 triliun. Capaian itu jauh lebih baik dibanding dengan periode yang sama, yaitu 1q I-1 yang defisit Rp 283,1 triliun.
Sri Mulyani mengatakan, APBN bisa surplus selama 6 ban pertama tahun ini, karena pendapatan negara yang tumbuh signfikan dibandingkan belanja negara.
"APBN semester I masih tercatat surplus Rp 73,6 trilun, jadi ini 6 bulan berturut-turut APBN mengalami surplus," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual APBN KiTa, Rabu (27/6/2022).
Ia merinci, pendapatan negara sepanjang semester I-2022 tercatat sebesar Rp 1.317,2 triliun atau tumbuh 48,5 persen secara tahunan (year on year/yoy). Realisasi itu setara 58,1 persen dari target yang sebesar Rp 2.266,2 triliun.
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Rasio Utang Indonesia Lebih Rendah Dibanding Negara Maju
Sementara belanja negara tercatat mencapai Rp 1.243,6 triliun atau tumbuh 6,3 persen (yoy). Adapun realisasi itu setara 40 persen dari alokasi anggaran belanja negara yang sebesar Rp 2.714, 2 triliun.
Dengan adanya surplus, lanjut Sri Mulyani, pembiayaan utang mengalami penurunan. Hingga akhir Juni 2022, pembiayaan utang baru sebesar Rp 153,5 triliun atau turun 63,5 persen (yoy) dibandingkan periode sama di 2021 yang mencapai Rp 421,1 triliun.
"Kondisi APBN semester I luar biasa positif dengan SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan) mencapai Rp 227,1 triliun, dan bahkan pembiayaan anggaran melalui penerbitan surat utang menurut Perpres seharusnya Rp 840,2 triliun, tapi kita hanya merealisasikan Rp 153,5 triliun. Ini menurun drastis dibandingkan tahun lalu," jelas Sri Mulyani.
Kinerja APBN di semester I yang positif, menjadi acuan pemerintah untuk menghadapi semester II-2022. Yaitu dengan menggunakan rumus yang sama, seperti menjaga penerimaan negara tetap stabil dan terjaga sejalan dengan pemulihan ekonomi nasional.
Baca Juga: Toyota Investasi Rp27 Triliun, Sebagian untuk Bikin Kijang Innova Jadi Mobil Listrik
Pemerintah juga akan menjaga belanja negara sesuai dengan target dan prioritas nasional untuk menjaga pemulihan ekonomi, kesejahteraan masyakrat, dan daya beli masyarakat.
"Lingkungan global akan makin bergejolak dan semakin tidak pasti. Kemungkinan terjadinya resesi dan kenaikan suku bunga semuanya berikan ancaman, termasuk krisis energi dan pangan. Ini semua harus kami antisipasi," terangnya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan pendapatan negara pada akhir Juni 2022 terdiri dari penerimaan perpajakan senilai Rp 1.035,9 triliun atau tumbuh 52,3 persen (yoy).
Lalu penerimaan perpajakan itu terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp 868,3 triliun atau tumbuh 55,7 persen (yoy), serta kepabeanan dan cukai sebesar Rp 167,6 triliun dengan pertumbuhan 37,2 persen (yoy).
Baca Juga: Ini Cara Buat Akta Perusahaan Secara Online dalam Waktu 12 Menit
Pendapatan negara juga diperoleh dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang mencapai Rp 281 triliun atau tumbuh sebesar 35,8 persen (yoy).
Sementara dari sisi realisasi belanja, terdiri dari belanja pemerintah pusat senilai Rp 876,5 triliun atau tumbuh 10,1 persen (yoy).
Belanja pemerintah pusat tersebut terdiri dari belanja kementerian dan lembaga (K/L) sebesar Rp 392,8 triliun atau turun 12,6 persen (yoy) dan belanja non K/L sebesar Rp 483,7 triliun atau tumbuh 39,5 persen (yoy).
Realisasi belanja negara juga disumbang dari realisasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang tercatat sebesar Rp 367,1 triliun atau turun 1,8 persen (yoy).
Terdiri dari transfer ke daerah Rp 333,1 triliun atau turun 3,9 persen (yoy) dan dana desa mencapai Rp 34 triliun atau tumbuh 24,8 persen (yoy).
Penulis : Dina Karina Editor : Purwanto
Sumber : KompasTV