Harga Tiket Pesawat Dinilai Naik Gila-gilaan, DPRD NTB Ingin Pemerintah Beri Subsidi
Kebijakan | 12 Juli 2022, 06:22 WIB
MATARAM, KOMPAS.TV - Harga tiket pesawat yang melonjak dinilai akan memukul sektor pariwisata, termasuk di wilayah Nusa Tenggara Barat.
Wakil Ketua DPRD NTB Mori Hanafi meminta Kementerian Perhubungan segera mencari solusi atas persoalan tersebut, pasalnya pariwisata di wilayah NTB baru mulai bangkit setelah badai pandemi Covid-19 berlangsung dalam dua tahun terakhir.
"Harapan kita tentu ini ada solusi secepatnya, karena kalau terus naiknya begini maka yang paling terdampak ini pariwisata. Belum usai COVID-19 sudah di hantam lagi dengan mahalnya harga tiket pesawat," ujarnya di Mataram, Senin (11/7/2022).
Mori memahami kondisi dunia penerbangan saat ini yang juga harus terdampak akibat tingginya harga bahan bakar pesawat, yakni avtur karena pengaruh perang Ukraina dan Rusia, sehingga harga energi dunia menjadi ikut melambung tinggi. Tingginya harga bahan bakar avtur tersebut menjadi salah satu penyebab maskapai harus menaikkan harga tiket.
Namun demikian, menurutnya, perlu ada intervensi dari Kementerian Perhubungan untuk mengatasi tinggi harga tiket pesawat tersebut. Salah satunya memberikan subsidi pada dunia penerbangan sehingga harganya bisa lebih murah.
"Subsidi ini penting. Karena kalau ada subsidi dari pemerintah paling tidak bisa membantu maskapai," katanya.
Baca Juga: Soal Harga Tiket Pesawat Jakarta-Aceh Rp9,6 Juta, Anggota DPD RI: Seperti Menuju Negara Lain Saja
Tak sejalan dengan kebijakan bangkitkan pariwisata
Sebelumnya, Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) NTB mengeluhkan mahalnya harga tiket pesawat ke wilayah itu.
"Harga tiket ini naiknya sudah gila-gilaan," kata Ketua DPD ASITA NTB, Dewantoro Umbu Joka.
Ia menilai naiknya harga tiket pesawat ini menghambat dan memukul kebangkitan pariwisata di wilayah itu setelah pandemi Covid-19.
"Kami mendesak Pemprov NTB, turun tangan mengatasi melambung-nya harga tiket pesawat ini," ucapnya, dikutip dari Antara, Selasa (12/7/2022).
Menurut dia, melambung-nya harga tiket pesawat tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk membangkitkan kembali sektor pariwisata setelah dihantam pandemi Covid-19.
"Harga tiket pesawat ke Lombok sudah naik gila-gilaan. Kenaikannya, sudah enggak masuk akal," ujarnya.
Melambung-nya harga tiket pesawat ke Lombok berpengaruh terhadap kunjungan wisatawan. Wisatawan akan berpikir ulang berwisata ke Lombok dengan kenaikan harga tiket yang mencapai 100-150 persen.
Contohnya, saat ini harga tiket pesawat dari Bali ke Lombok di atas Rp1 juta. Sebelumnya, harga tiket pesawat dalam kondisi normal rute Bali - Lombok sebesar Rp400 ribu sekali jalan atau Rp800 ribu untuk bolak-balik. Namun sekarang harga tiket pesawat Bali - Lombok di atas Rp1 jutaan.
Begitu juga untuk rute Jakarta - Lombok. Harga tiket pesawat saat ini rata-rata Rp1,3 sampai Rp1,4 juta sekali jalan. Padahal dalam kondisi normal harga tiket pesawat Jakarta - Lombok paling tinggi Rp800 ribu.
"Harga tiket pesawat yang mahal ke Lombok itu, jelas enggak mendukung kebangkitan sektor pariwisata. Sementara di sisi lain, penerbangan internasional ke Bali sudah cukup banyak," kata Dewantoro.
Dia mengaku, sebelum pandemi Covid-19, wisatawan yang datang ke Pulau Bali pasti akan melanjutkan perjalanan ke Lombok. Namun akibat harga tiket pesawat Bali - Lombok yang melambung tinggi, maka wisatawan akan berpikir datang ke Lombok.
"Kalau bisa kebijakan ini ditinjau. Karena ini terjadi di semua daerah. Ini akibat PPKM atau harga avtur, gak jelas. Itu kebijakan pusat. Daerah lain juga mengeluh," ucap Dewantoro.
Umbu menegaskan, bahwa sektor pariwisata akan sulit bergerak jika harga tiket melambung tinggi. Percuma pemerintah banyak melakukan promosi jika menjualnya susah karena harga tiket yang tinggi.
"Percuma branding-branding saja tapi gak ada wisatawan yang datang. Percuma promosi tetapi gak bisa dijual. Sekarang kita waktunya menjual. Akses ke Lombok agar lebih mudah dan murah," kata Umbu
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV/Antara