Harga-Harga Terus Meroket, Kini Solar Bersubsidi untuk Nelayan Seret
Ekonomi dan bisnis | 21 Juni 2022, 08:07 WIBAdapun, Kantor Staf Presiden menginisiasi penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara KKP, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Pertamina Patra Niaga, dan pemerintah daerah di enam provinsi/kabupaten/kota pada pekan ini.
MoU itu terkait penyederhanaan prosedur penyaluran BBM jenis tertentu, yakni solar bersubsidi, untuk nelayan.
“Diharapkan MoU itu mendorong nelayan kecil tidak lagi bermasalah mendapatkan solar bersubsidi. Nelayan kecil diselamatkan supaya jatahnya jangan hilang. Sementara, nelayan kapal besar harus ikuti harga BBM pasar, kami nggak bisa berbuat apa-apa,” tuturnya.
KKP telah mendorong penyederhanaan aturan penyaluran BBM, antara lain, melalui pemanfaatan kartu Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan (Kusuka) sebagai syarat utama mendapatkan BBM bersubsidi.
Masalahnya, Zaini mengakui, kartu Kusuka masih sulit dijangkau nelayan kecil. Hingga saat ini jumlah nelayan yang memiliki kartu Kusuka baru sekitar 980.000 dari target pemanfaatan kartu Kusuka untuk 2 juta nelayan.
Sementara itu, persoalan harga solar industri mahal dikeluhkan nelayan kapal-kapal besar. Saat ini, harga solar industri sudah menembus Rp 17.300 per liter. Biaya solar mencapai 80 persen dari total biaya operasional.
Ketua I Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) Dwi Agus mengungkapkan, harga solar industri terus melesat sejak awal Juni 2022 yang sekitar Rp 15.300 per liter. Sementara biaya operasional hanya bisa ditutup jika harga solar maksimum Rp 12.000 per liter.
Baca Juga: Dianggap Rugikan Negara Hingga Rp 10 M, Polisi Ungkap Modus Penyelewengan Solar Bersubsidi di Kalbar
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV/Kompas.id