Obligor BLBI Kaharudin Ongko Punya Utang Rp8,2 Triliun, Mengaku Sudah Bayar Rp4 T
Perbankan | 10 Juni 2022, 13:45 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Kaharudin Ongko, mengaku sudah membayar utang ke pemerintah sebesar Rp4 triliun. Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum Kaharudin Ongko, yaitu Mohamad Ali Imran Ganie.
Ia menyebut, kliennya telah mengirim surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang isinya menjelaskan pembayaran utang sebesar total Rp4 triliun.
"Pembayaran dalam bentuk uang tunai dan penyerahan aset-aset yang telah dinilai klien kami dan seharusnya saat ini telah mencapai kurang lebih Rp4 triliun. Selanjutnya hal tersebut akan didiskusikan kembali dengan pemerintah untuk mencari titik temu," kata Imran dalam keterangan tertulisnya kepada media, Jumat (10/6/2022).
Imran menyampaikan, surat kepada Sri Mulyani itu juga sebagai penegasan atas itikad baik kliennya, untuk bekerja sama sama dan berkomitmen untuk menyelesaikan urusan keperdataan yang masih dianggap pemerintah sebagai tanggung jawab obligor dalam persoalan BLBI.
Baca Juga: Lelang Kali Kedua, Aset Tommy Soeharto Terkait BLBI Masih Tak Laku
"Kami menghendaki adanya penyelesaian lebih lanjut dengan pemerintah melalui proposal yang nantinya akan disampaikan," ujar Imran.
Mewakili Kaharudin Ongko, ia meminta pemerintah menjalankan penyelesaian kewajiban obligor ataupun kreditur, dijalankan sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Serta bukan sekedar mencapai keadilan prosedural, tetapi juga mencapai keadilan yang substansial.
Kaharudin Ongko adalah salah satu obligor penerima dana BLBI yang bergulir tahun 1997-1998 untuk Bank Umum Nasional (BUN) dan Bank Arya Panduarta.
Baca Juga: Ambil Rp8,2 T dari BLBI, Konglomerat Kaharudin Ongko Dipanggil untuk Kembalikan Uang Negara
Namanya bahkan masuk dalam daftar obligor prioritas yang dikejar Satgas BLBI karena besaran utang mencapai triliunan, mencapai Rp8,2 triliun.
Sebelumnya, anak Kaharudin Ongko, Irjanto Ongko, menggugat Satgas BLBI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan meminta ganti rugi sebesar Rp216 miliar.
Gugatan tersebut dilayangkan usai Satgas BLBI menyita sejumlah aset milik Kaharudin Ongko.
Dalam petitumnya, Irjanto meminta majelis hakim PTUN untuk mengabulkan gugatan penggugat (Irjanto Ongko) untuk seluruhnya.
Baca Juga: Kelas Rawat Inap BPJS Kesehatan Dihapus Juli, Bayar Iurannya Sesuai Gaji
Adapun gugatan Irjanto adalah menyatakan bahwa tindakan tergugat (Satgas BLBI) yang bersumber dari Master Refinancing and Note Issuance Agreement tanggal 18 Desember 1998, maupun Salinan Surat Perintah Penyitaan Nomor: SPS-3/PUPNC.10.05/2022 tanggal 15 Maret 2022 yang diterbitkan oleh Panitia Urusan Piutang Negara Cabang DKI Jakarta tidak sah dan segala akibat hukum yang ditimbulkan dianggap tidak pernah ada.
Kemudian, menyatakan bahwa tindakan Satgas BLBI dalam melakukan penyitaan, pemasangan plang sita maupun pelaksanaan penilaian yang bersumber dari Master Refinancing and Note Issuance Agreement tanggal 18 Desember 1998, maupun Salinan Surat Perintah Penyitaan Nomor: SPS-3/PUPNC.10.05/2022 tanggal 15 Maret 2022 yang diterbitkan oleh Panitia Urusan Piutang Negara Cabang DKI Jakarta sebagai pelanggaran hukum.
Aset tersebut antara lain sebidang tanah seluas 1.825 m2, dengan nama pemegang hak adalah Irjanto Ongko, yang terletak di Jalan Karang Asem Utara Blok C/6 Kav. No. 15 dan 16, RT. 008, RW. 002, Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan.
Lalu sebidang tanah seluas 1.047 m2 dengan nama pemegang hak adalah Irjanto Ongkoyang terletak di Jalan Mega Kuningan Timur Blok C.6 Kav. No. 14, RT. 008, RW. 002, Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta.
Baca Juga: Luhut Umumkan Pemerintah Akan Hapus Minyak Goreng Curah
Gugatan selanjutnya, menyatakan bahwa tindakan Satgas BLBI melakukan penyitaan, pemasangan plang sita maupun pelaksanaan penilaian yang bersumber dari Master Refinancing and Note Issuance Agreement tanggal 18 Desember 1998, maupun Salinan Surat Perintah Penyitaan Nomor: SPS-3/PUPNC.10.05/2022 tanggal 15 Maret 2022 yang diterbitkan oleh Panitia Urusan Piutang Negara Cabang DKI Jakarta tidak sah dan tidak berkekuatan hukum.
Berikutnya, memerintahkan Satgas BLBI untuk melakukan pencabutan atas tindakan penyitaan, pemasangan plang sita maupun pelaksanaan penilaian kedua aset tersebut.
Irjanto juga meminta manjelis hakim menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi materiil dengan nilai sebesar Rp216,1 miliar dan ganti rugi imaterial dengan nilai sebesar Rp1.000.
Penulis : Dina Karina Editor : Gading-Persada
Sumber :