> >

Wacana Skema Subsidi Tertutup untuk Pertalite Diminta Dibatalkan, Apa Alasannya?

Kebijakan | 1 Juni 2022, 16:28 WIB
Petugas beraktivitas dengan latar depan nosel dan selang Pertalite RON 90 dan Pertamax RON 92 di SPBU Abdul Muis, Jakarta, Selasa (21/7/2021). (Sumber: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/ss/aww)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Pemerintah berencana menerapkan skema subsidi tertutup BBM jenis Pertalite. Langkah ini kemudian menuai kritikan yang meminta untuk membatalkan rencana tersebut.

Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi. Menurutnya, subsidi melalui pembatasan pembelian Pertalite dengan penetapan kriteria konsumen sangat tidak tepat.

Alasannya, sulit merumuskan kriteria siapa yang berhak membeli Pertalite harga subsidi. Lebih sulit lagi menerapkan kriteria di SPBU.

Selain itu, mekanisme tersebut akan ada 2 harga berbeda antara harga subsidi dan non subsidi. Adanya dua harga berbeda mendorong moral hazard, baik dilakukan SPBU, maupun konsumen.

“Berdasarkan alasan tersebut, sebaiknya rencana pembatasan Pertalite dan Solar melalui penetapan kriteria harus dibatalkan,” ujar Fahmy, Rabu (1/6/2022), seperti dikutip dari Kontan.co.id.

Soal ini, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) RI Edy Priyono sebelumnya menyampaikan, kenaikan subsidi BBM dan LPG merupakan dampak dari kenaikan harga migas di pasar global.

Oleh karena Indonesia masih banyak mengimpor migas, maka saat harga beli naik, otomatis pemerintah harus menaikkan porsi subsidi ketika ingin mempertahankan harga di masyarakat.

Baca Juga: Pertalite Jadi Naik Enggak Sih? Ini Kata Erick Thohir

Pemerintah tetap mempertahankan subsidi BBM khususnya jenis Pertalite dan LPG tiga kilogram, untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah kenaikan harga-harga komoditas, imbas dari ketidakpastian global.

Edy mengungkapkan, pemerintah sebenarnya bisa saja mencabut subsidi dan melepas BBM jenis Pertalite serta LPG tiga kilogram dengan harga keekonomian demi menjaga stabilitas APBN. Tapi opsi tersebut tidak dipilih, dan pemerintah justru menambah anggaran belanja untuk subsidi energi.

Terlebih, subsidi energi, khususnya LPG, dinilai banyak yang kurang tepat sasaran, karena banyak dinikmati oleh kelas menengah-atas.

Dengan skema subsidi terbuka seperti saat ini, lanjutnya, dikhawatirkan volumenya bisa menjadi tidak terbatas, karena masyarakat yang harusnya tidak masuk kategori penerima subsidi karena tidak miskin atau rentan miskin justru ikut menikmatinya.

Maka dari itu, kata dia, pemerintah mempertimbangkan untuk melakukan transformasi skema subsidi, dari subsidi terhadap barang menjadi subsidi terhadap orang atau sistem tertutup. “Agar lebih tetap sasaran, hanya mereka yang miskin atau rentan miskin yang menikmati,” kata Edy dalam keterangan tertulis, Kamis (26/5) lalu.

Baca Juga: Jokowi Sebut Pemerintah Terus Tahan Agar Harga Pertalite Tidak Naik, Ini Alasannya

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV/Kontan.co.id


TERBARU