Apa Saja Tantangan Menjaga Momentum Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2022? Ini Kata Menkeu Sri Mulyani
Ekonomi dan bisnis | 11 Mei 2022, 06:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani membeberkan sejumlah tantangan dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2022 yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 5,1 persen sesuai dengan proyeksi Kementerian Keuangan.
Meski demikian, ia mengakui bahwa komposisinya agak berbeda, namun dari sisi agregatnya tetap sama.
Ia menyebut, tantangan untuk menjaga momentum keseluruhan tahun 2022 tidak gampang, karena tantangan bertambah dan berubah.
“Kita semua tahu mengenai perang di Ukraina, dan menimbulkan rambatan yang sangat banyak, sangat pelik, termasuk terjadinya disrupsi suplai dan juga dari sisi kenaikan harga komoditas,” tuturnya dalam dialog program Bussiness Talk di Kompas TV, Selasa malam (10/5/2022).
Baca Juga: Sering Tak Bermasker saat 47 Kunjungan di Amerika Serikat, Sri Mulyani Sempat Tertular Covid-19
Hal ini, menurut Sri Mulyani akan memunculkan tantangan yang jauh lebih rumit.
Inflasi di negara-negara maju itu melonjak, bahkan di Amerika sudah di atas delapan persen.
Kondisi ini, lanjut Sri, pasti akan direspons dengan pengetatan moneter.
“Kenaikan inflasi dan suku bunga tentu akan melemahkan perekonomian negara-negara maju ini,” katanya.
“Jadi kita melihat tantangannya berbeda ini di tahun 2022, kita nggak boleh terlalu berpuas diri dengan pandemi yang memang baik. Tapi kita juga harus menyadari dan waspada karena tantangannya sekarang berbeda dan bahkan mungkin lebih rumit,” urainya.
Sri Mulyani juga menjelaskan penyebab perang di Ukraina berdampak pada perekonomian dunia.
Ia menyebut, Rusia yang menjadi produsen dari berbagai komoditas bidang energi, dan merupakan pemain besar dunia, terkena sanksi, sehingga suplainya menghilang.
Sedangkan Ukraina, merupakan suplayer yang sangat signifikan untuk bahan makanan, mulai dari tepung gandum hingga minyak dari bunga matahari.
“Makanya CPO kita melonjak tinggi. Nah, dalam konteks dunia ini, ada demand side inflation, supply disruption, plus perang yang menimbulkan imbas, maka inflasi melonjak sangat tinggi,” tuturnya.
Untuk menangani hal itu, lanjut Sri Mulyani, ada hal yang bisa kita tangani untuk sementara, misalnya menjaga harga barang.
“Barangnya, harganya, diatur oleh pemerintah. Seperti pertalite, pupuk, listrik, bahkan sekarang minyak goreng,” jelasnya.
Ia melanjutkan, saat ini persoalan ekonomi dunia terdiri dari dua sisi, yakni sisi demand dan sisi supply.
“Kalau dari sisi demand side, karena kemarin terkena pandemi, ada konsumsi yang belum pulih, ada investasi yang belum pulih,” ungkapnya.
Meski demikian, lanjut Sri, jika melihat konsumsi yang sudah tumbuh di angka 4,4 persen, serta pembentukan modal domestik bruto juga sudah tumbuh di atas 4,1 persen, kita patut berbesar hati terjadi pemulihan, namun masih pada level yang belum kita harapkan.
Jadi, kata Sri, agar konsumsi bisa tumbuh di atas lima persen, daya beli masyarakat harus dijaga.
Padahal, daya beli masyarakat sekarang bisa terancam karena kenaikan harga komoditas dunia.
Oleh sebab itu, investasi harus didorong. Jika investasi hanya tergantung dari pemerintah, menurutnya tidak bisa tumbuh cukup tinggi.
Investasi, lanjut dia, harus didorong dari swasta dan dari BUMN.
“Kedua, sumber investasi yang berasal dari perbankan. Nah, kredit perbankan sudah tumbuh di atas enam persen, untuk kredit modal kerja tumbuh di atas tujuh persen,” katanya.
“Ini baik. Jauh lebih baik dari tahun sebelumnya yang tumbuhnya masih di bawah lima persen. Namun belum cukup tinggi, masih harus ditingkatkan,” tegasnya.
Dengan adanya kegiatan masyarakat seperti lebaran, masyarakat yang mudik hingga mencapai 84 juta orang, akan menimbulkan optimisme baru.
Baca Juga: Airlangga Sebut Pertumbuhan Ekonomi RI Lebih Tinggi Dari Cina Hingga AS
Dunia usaha, kata dia, menjadi lebih optimis. Sehingga pelaku bisnis berani untuk meminjam modal, dan bank berani untuk meminjamkan uang karena dianggap bisnisnya akan jalan baik.
“Ini yang akan menimbulkan growth dari kredit, kita harapkan akan tumbuh lebih tinggi di atas yang sekarang ini,” katanya.
“Kalau perbankan bagus, capital market kemarin sudah sempat di atas tujuh ribu, walaupun kemarin mengalami koreksi sedikit. Namun ini memberikan harapan bahwa sektor usaha swasta bisa dan mulai melakukan kegiatan produktif investasi,” tuturnya.
Hal itu disebutnya akan melengkapi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sisi permintaan.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV