> >

Soal Kasus Minyak Goreng, Faisal Basri: Mau Dicari Siapa, Wong yang Salah Kebijakannya

Ekonomi dan bisnis | 21 April 2022, 00:05 WIB
Ekonom Faisal Basri (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

Dalam hal ini ia melihat, energi lebih dimenangkan. Oleh karena persoalan pangan dinomorduakan, Faisal menyebut akibatnya pengusaha ingin harga tinggi sementara konsumen ingin harga yang rendah.

"Dalam kasus ini saya tidak melihat adanya mafia, lebih disebabkan karena dua prinsip dasar. tidak terpenuhi yakni pemerintah menciptakan dua harga untuk CPO. Oleh karena itu, pengusaha ingin harga yang tinggi sementara konsumen ingin harga yang rendah," jelasnya.

Terkait dua harga CPO, Faisal menilai pemerintah lebih baik menerapkan pajak ekspor sehingga tidak otomatis harga luar negeri itu sama dengan luar negeri.

"Kita ingin setiap kebijakan pemerintah punya kuasa luar biasa. Jadi ekspor misalnya harganya 100, kemudian kita ingin di dalam negeri 70, maka kenakan saja pajak ekspor 30 persen. Tidak otomatis harga luar negeri itu sama dengan di dalam negeri," ungkapnya.

"Kalau mau 50 (harga beli importir), maka pajak ekspornya 50 persen. Jadi pemerintah punya kuasa, tapi tidak mau melaksanakan. Justru mengeluarkan DMO DPO padahal yang paling efektif adalah menerapkan pajak ekspor. Inilah yang harus diselesaikan akar masalahnya," tambahnya.

Sebagai informasi, pemerintah telah menetapkan harga eceran tertinggi minyak goreng curah naik dari Rp11.500 per liter menjadi Rp14.000 per liter. 

Dari HET tersebut pemerintah memberikan subsidi kepada minyak goreng curah melalui dana BPDP-KS yang diambil dari pajak ekspor CPO.

Meski begitu harga minyak goreng curah masih lebih mahal dari HET yang ditetapkan pemerintah. Rata-rata pedagang menjual dengan harga lebih dari Rp20.000 per liter di pasaran.

Baca Juga: Jokowi Sebut Ada Permainan Dalam Kasus Kelangkaan Minyak Goreng

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU