Faktor Dibalik Mahalnya EV atau Mobil Listrik
Ekonomi dan bisnis | 4 April 2022, 13:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Produksi dan pemasaran mobil listrik (electric vehicle/EV) belakangan terus digencarkan. Namun, harganya yang lebih mahal dibanding mobil konvensional membuat konsumen mungkin berpikir dua kali untuk membelinya meski tertarik.
Disamping kendala soal minimnya infrastruktur utamanya, yakni pengisian daya listrik umum di jalur-jalur utama. Salah satu faktor yang membuat mobil listrik lebih mahal adalah biaya baterai.
Melansir dari Antara, baterai masih menjadi biaya ongkos produksi utama (terbesar) dalam sebuah kendaraan listrik dan akhirnya berpengaruh besar pada harga jual.
Menurut penelitian International Council on Clean Transportation (ICCT) pada 2019, biaya pembuatan sel baterai mencapai hingga 70 persen hingga 75 persen dari total ongkos produksi baterai secara keseluruhan.
Berdasarkan pernyataan produsen mobil Volkswagen, General Motors, dan Tesla, rata-rata biaya produksi baterai berbahan nikel kombalt aluminium oksida (NCA) pada 2018 berkisar antara 100 dolar (Rp1,4 juta) hingga 150 dolar (Rp2,1 juta) per kWh (kilo Watt hour)
Sedangkan, untuk yang berbahan nikel mangan kobalt (NMC) yang diproduksi lebih terbatas, biayanya mencapai 150 dolar (Rp1,4 juta) hingga 200 dolar (Rp2,8 juta) per kWh. Artinya, semakin tinggi kapasitas baterai dan semakin jauh jangkauan kendaraan listrik, biayanya kian besar.
Baca Juga: Dubes RI Sebut Pemerintah Siapkan Ratusan Infrastruktur Mobil Listrik di RI
Namun, dengan semakin berkembangnya teknologi ditambah dengan produksi massal baterai, maka ongkos produksi akan semakin rendah.
Melihat perlu adanya keseimbangan antara ongkos produksi dengan jumlah produksi yang dihasilkan untuk mencapai harga lebih murah.
Dari situ, munculah perkiraan ongkos pembuatan baterai yang semakin rendah. Pada 2020-2022, ongkos produksi baterai diperkirakan akan turun menjadi 130 dolar hingga 160 dolar per kWh. Kemudian pada 2025, menjadi 120 dolar (Rp1,7 juta) hingga 135 dolar (Rp1,9 juta).
Tesla menyatakan akan bisa mencapai 100 dolar/kWh pada tahun 2022, terkait dengan paket baterai berbasis teknologi NCA dan berdasarkan volume produksi yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Survei industri BloombergNEF (BNEF) menunjukkan biaya produksi paket baterai akan turun menjadi 62 dolar (Rp 891.000) per kWh pada 2030.
Interior mewah
Sementara itu, menurut studi Financial Times, mobil listrik akan jauh lebih mahal bagi pembuat mobil Eropa untuk memproduksinya ketimbang model pembakaran internal sampai setidaknya 10 tahun ke depan.
Meskipun total biaya produksi mobil listrik kompak akan turun lebih dari seperlima pada 2030 menjadi 16.000 euro (Rp 254 juta), tetapi itu masih 9 persen lebih tinggi daripada mobil bensin atau diesel yang sebanding (di kelasnya).
“Biaya pembuatan mobil pembakaran internal diperkirakan tidak akan turun banyak, tetapi mobil itu sendiri semakin mahal karena pembeli menuntut interior mewah dan bahan yang bersumber lebih berkelanjutan atau ramah lingkungan,” kata para pengamat.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV/Antara