Harga Pupuk Non Subsidi Melonjak Tinggi, Ini Alasan
Ekonomi dan bisnis | 7 Februari 2022, 09:31 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – PT Pupuk Indonesia (Persero) mengungkapkan kenaikan harga pupuk di seluruh dunia menjadi dua kali lipat dari harga tahun lalu. SVP Komunikasi Korporat Pupuk Indonesia Wijaya Laksana mengatakan, melonjaknya harga pupuk dunia akibat dari adanya krisis energi di Eropa
"Harga urea dunia di akhir tahun bahkan mencapai hampir Rp 15 juta per ton," ungkap Wijaya, Minggu (6/2/2022), dilansir Kontan.co.id.
Ia menuturkan, krisis energi di Eropa membuat harga gas kian tinggi, sehingga biaya produksi pupuk ikut meningkat.
Faktor penyebab lain dari harga pupuk yang meroket adalah adanya larangan ekspor fosfat oleh China dan juga krisis shipping yang membuat biaya pengiriman menjadi sangat mahal.
Untuk menanggulangi kondisi tersebut, Pupuk Indonesia, disebut Wijaya, sebenarnya sudah memberlakukan harga pupuk non subsidi untuk konsumen retail (petani) di bawah harga pasar. Upaya ini dilakukan untuk meringankan beban para petani.
"Kami berusaha memenuhi kebutuhan pupuk non subsidi ini agar tidak memberatkan petani, salah satunya lewat Program Makmur, yaitu ekosistem pertanian yang dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani, sehingga mampu membeli pupuk non subsidi," ujarnya menjelaskan.
Berdasarkan catatan Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI), Pupuk Indonesia Group memiliki 20 persen pangsa pasar domestik untuk produk pupuk non subsidi. Adapun, pelanggan utama perusahaan berasal dari sektor korporasi perkebunan, industri, dan juga pasar ritel (petani).
Disebutkan pula, realisasi produksi Pupuk Indonesia pada tahun 2021 lalu adalah sekitar 12,3 juta ton. Sekitar 75 persen sampai dengan 80 persen produksi pupuk pada tahun lalu, disalurkan untuk memenuhi kebutuhan produk pupuk subsidi di dalam negeri.
"Sesuai penugasan dari pemerintah, Pupuk Indonesia menyiapkan 9,1 juta ton pupuk subsidi untuk kebutuhan dalam negeri. Berarti sekitar 75 persen-80 persen produksi pupuk diutamakan untuk memenuhi kebutuhan subsidi," terang Wijaya.
Dengan demikian, penjualan ke sektor non subsidi dan ekspor, akan menyesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV/Kontan.co.id