KPPU Jelaskan Soal Kartel & Saran Atasi Harga Minyak Goreng
Ekonomi dan bisnis | 22 Januari 2022, 06:50 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Kenaikan harga minyak goreng dipicu oleh kenaikan permintaan crude palm oil (CPO) di industri biodisel dan pasar internasional.
Upaya penetapan harga oleh pemerintah saat ini untuk jangka pendek dinilai bagus, namun untuk jangka panjang belum dapat menyelesaikan persoalan industri.
Hal ini dikarenakan tingginya konsentrasi pelaku usaha yang terintegrasi serta kebijakan yang belum mendorong peningkatan jumlah pelaku usaha di industri tersebut.
Hal tersebut disampaikan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas hasil kajian terkait permasalahan lonjakan harga minyak goreng.
Komisioner KPPU Ukay Karyadi menjelaskan, kajian dilatarbelakangi lonjakan harga minyak goreng dari bulan Oktober 2021 hingga mencapai Rp20.000 per liter.
“Serta adanya dugaan kartel dalam kenaikan harga minyak goreng,” ujarnya dalam forum jurnalis yang diadakan secara daring, pada Kamis (20/1/2022), seperti tertulis dalam siaran pers, Jumat (21/1/2022).
Kajian penelitian difokuskan pada dua sisi, yakni apakah kenaikan ini disebabkan adanya kebijakan pemerintah atau terdapat perilaku antipersaingan oleh pelaku usaha. Ia pun menyebut bahwa sinyal-sinyal terkait kedua hal tersebut sudah ada.
Baca Juga: Awas, Ancaman Penjara dan Denda Menanti Penimbun Minyak Goreng Murah
Adapun, dari hasil penelitian KPPU melihat terdapat konsentrasi pasar (CR4) sebesar 46,5 persen di pasar minyak goreng. Artinya hampir setengah pasar, dikendalikan oleh empat produsen minyak goreng.
Kemudian, pelaku usaha terbesar dalam industri minyak goreng juga merupakan pelaku usaha terintegrasi dari perkebunan kelapa sawit, pengolahan CPO hingga produsen minyak goreng.
Selain itu, sebaran pabrik minyak goreng juga dilihat tidak merata. Sebagian besar pabrik berada di Pulau Jawa dan tidak berada di wilayah perkebunan kelapa sawit.
Padahal ketergantungan pabrik minyak goreng akan pasokan CPO menjadi sangat besar.
Menurut Ukay, KPPU menilai kenaikan harga minyak goreng di berbagai wilayah sejalan dengan kenaikan permintaan dan naiknya harga CPO.
Kenaikan tersebut dikarenakan tumbuhnya industri biodiesel, turunnya pajak ekspor di India, dan naiknya permintaan dari luar negeri akibat kenaikan akibat kebutuhan akan bahan bakar.
Posisi CPO sebagai komoditas global juga menyebabkan produsen minyak goreng sulit bersaing dengan pasar ekspor dalam hal mendapatkan bahan baku, meskipun produsen minyak goreng masih satu kelompok usaha dengan pelaku usaha eksportir CPO.
Sementara, KPPU melihat kebijakan pemerintah yang ada saat ini belum mendorong adanya pertumbuhan industri minyak goreng dengan banyaknya aturan yang membatasi dan mengurangi persaingan usaha.
Baca Juga: Ada Peritel yang Jual Minyak Goreng di Atas Rp14.000/Liter? Laporkan ke Sini
Saran KPPU
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, KPPU menyarankan agar pemerintah mencabut regulasi yang menimbulkan hambatan masuk (entry barrier) pelaku usaha baru di industri minyak goreng, termasuk pelaku usaha lokal dan skala menengah kecil.
Semakin banyaknya pelaku usaha baru diharapkan akan mengurangi dominasi kelompok usaha yang berintegrasi secara vertikal.
Untuk menjamin pasokan CPO, KPPU menyarankan agar perlu didorong adanya kontrak antara produsen minyak goreng dengan CPO untuk menjamin harga dan pasokan.
“KPPU berharap harga pasar dapat berjalan sesuai hukum pasar dan tidak dipengaruhi adanya kartel atau kesepakatan, akan tetapi berdasarkan hukum pasokan dan permintaan (supply and demand), dan berharap pemerintah mendorong pelaku usaha yang tidak terafiliasi,” ungkap Ukay.
Sebelumnya, KPPU pernah menyampaikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah terkait berbagai kebijakan yang mengurangi persaingan usaha di industri pada tahun 2007.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV