Di Pengadilan, Texmaco Masih Tidak Mengakui Punya Utang BLBI Rp29 Triliun
Ekonomi dan bisnis | 17 Januari 2022, 06:44 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pada Desember 2021, pemerintah melalui Satgas BLBI menyita 4,7 juta hektar tanah milik Texmaco Group, yang merupakan debitur BLBI. Aset Texmaco yang disita berupa 587 bidang tanah yang berada di 5 daerah.
Aset tersebut kemudian akan dilelang dan hasilnya akan disetor ke kas negara sebagai pembayaran utang BLBI perusahaan tersebut.
Meski asetnya sudah disita negara, pemilik Texmaco Marimutu Sinivasan tetap tidak mengakui punya utang lebih dari Rp29 triliun ke pemerintah. Ia hanya mengakui punya utang Rp8 triliun.
Sinivasan pun mengajukan gugatan terhadap pemerintah, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat DJKN Kemenkeu Tri Wahyuningsih Retno Mulyani mengatakan, persidangan gugatan Texmaco sudah berjalan.
Baca Juga: 4,7 Juta Hektar Aset Tanah Texmaco akan Dilelang Untuk Lunasi Utang
"Sidang dengan Texmaco sudah berjalan. Namanya sidang itu awal memastikan surat kuasa masing-masing, karena kami pemerintah berarti yang ditugaskan harus mendapat surat kuasa dari Menteri Keuangan, pihak-pihaknya diperiksa," katanya kepada wartawan, dikutip Senin (17/1/2022).
"Pada saat sidang kedua masing-masing pihak masih tetap dengan pendiriannya bahwa mereka bilang tidak punya utang, sementara (data) kami (menunjukkan) mereka punya utang, sehingga nanti sidang berjalan. Jadi tetap kita sidang berjalan untuk Texmaco," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan kronologi Texmaco menikmati dana BLBI, hingga berkelit soal jumlah utangnya.
Menurut Sri Mulyani, saat Krisis Moneter 1997-1998 terjadi, Grup Texmaco mempunyai banyak utang ke perbankan.
Terdiri dari lini usaha engineering Texmaco berutang Rp8 triliun dan 1,24 juta dollar AS. Kemudian lini usaha tekstilnya berutang Rp5,28 triliun dan 256,59 juta dollar AS. Serta utang dalam bentuk valuta asing lainnya.
Baca Juga: Menkeu: Grup Texmaco Punya Utang BLBI Rp29 Triliun, tapi yang Diakui Hanya Rp8 Triliun
Saat krismon melanda, bank tempat Texmaco berutang menerima dana BLBI dari pemerintah. Sehingga kewajiban pembayaran utang Texmaco pun beralih. Dari yang awalnya kepada perbankan tersebut, menjadi ke pemerintah lewat Badan Penyehatan Perbankan Nasional.
"Utang itu statusnya macet. Saat krisis 1997-1998, bank-bank tersebut di-bail out, maka hak tagih nya diambil alih oleh BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional)," ujar Sri Mulyani beberapa waktu lalu.
Ia menyebut, selama ini pemerintah sangat suportif kepada Grup Texmaco.
"Bahkan pemerintah meminta BNI memberi penjaminan terhadap LC nya (letter of credit) agar usaha textil nya tetap jalan," kata dia.
Sebagai informasi, Letter of Credit adalah jaminan pembayaran oleh perbankan, agar eksportir bisa menerima uang segera setelah mengirimkan barang kepada pembeli.
Baca Juga: Satgas BLBI Bukukan Penerimaan Uang Rp313 M dan Sita 13 Juta Meter Persegi Aset Obligor/Debitur
Pemilik Texmaco kemudian bertemu dengan pemerintah dan menandatangani Master of Restructuring Agreement. Dalam persetujuan itu, pemilik Texmaco setuju utang 23 anak usaha Grup Texmaco dialihkan ke 2 perusahaan holding yang diberikan pemiliknya.
Kemudian, kedua holding tersebut akan menerbitkan exchangable bond yang akan menjadi pengganti udang-utang mereka di bank. Jangka waktu exchangable bond adalah 10 tahun dengan bunga 14 persen untuk rupiah, dan 7 untuk obligasi dalam bentuk dollar.
"Tapi gagal bayar lagi pada 2004. Sehingga Texmaco tidak pernah bayar kupon dari utang yang sudah dikonversi menjadi exchangable bond itu," ucap Sri Mulyani.
Kemudian pada tahun 2005, pemilik Texmaco mengakui memiliki utang sebesar Rp29 triliun dan 80,57 juta dollar AS kepada pemerintah. Ia menyatakan, aset milik operating company dan holding company menjadi jaminan utang tersebut. Pemilik juga menyatakan tidak akan mengajukan gugatan ke pemerintah.
Baca Juga: Sri Mulyani Ingin Bikin Kantor Pajak dari Lahan Sitaan BLBI
"Tapi nyatanya malah menggugat ke pemerintah dan menjual aset-aset operating company yang harus nya dipakai buat bayar utang ke pemerintah. Bahkan pemiliknya bilang utangnya hanya Rp8 triliun, " tutur Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan pemilik Grup Texmaco tidak memiliki iktikad baik, padahal sudah diberikan peluang berkali-kali.
"Setelah lebih dari 20 tahun, sekarang kita sita aset-aset nya," kata Sri Mulyani.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber :