Sri Mulyani Blak-blakan Alasan Kereta Cepat Pakai Uang Negara
Ekonomi dan bisnis | 11 November 2021, 09:51 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan alasan di balik pemerintah membantu pendanaan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung sebesar Rp4,3 triliun. Kata Sri Mulyani, dana itu masuk dalam suntikan modal untuk PT KAI sebesar Rp6,9 triliun tahun 2021.
Namun, karena penyertaan modal negara (PMN) untuk KAI tidak tercantum dalam UU APBN tahun 2021, PMN akan menggunakan Sisa Lebih Anggaran (SAL) tahun 2021.
"Jadi PT Kereta Api yang dapatkan PMN Rp 6,9 triliun untuk menyelesaikan LRT Jabodetabek yang alami cost overrun Rp 2,6 triliun dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung untuk memenuhi kebutuhan base equity Rp4,3 triliun," ujar Sri Mulyani seperti dikutip dari Kompas.com, Kamis (11/11/2021).
Menurut Sri Mulyani, pemerintah harus segera mengeluarkan dana tersebut karena bisa menghambat jalannya proyek secara keseluruhan. Tanpa tambahan dana dari APBN, lanjutnya, pinjaman untuk perusahaan konsorsium Kereta Cepat Jakarta Bandung sulit dicairkan dari China.
Baca Juga: Faisal Basri Sebut Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Lebih Menjanjikan, Ini Perbandingannya
"Sebetulnya proyek ini jalan berdasarkan pinjaman dari CDB (China Development Bank) dan dia mencairkan. Sampai suatu titik tertentu enggak bisa dicairkan karena tidak ada ekuitas yang mendukungnya atau ekuitasnya sudah habis. Jadi sekarang ini proyek enggak mungkin bisa jalan either melalui pinjaman," tutur Sri Mulyani.
Selain itu, Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2020.
"Kalau PSN kan harus kita jagain jadinya. Di situlah muncul berbagai hal. Dan oleh karena itu sebelum step in, make sure kita lakukan audit BPKP bahkan audit komposisi ekuitas awal maupun mengenai bagaimana ke depannya," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Didiek Hartantyo menjelaskan, dana dari pemerintah akan digunakan untuk base equity capital atau setoran modal awal proyek tersebut.
Baca Juga: Bukan Cuma Indonesia, Ini Daftar Proyek Kereta Cepat Negara Lain yang Biayanya Bengkak
Tadinya modal awal itu menjadi kewajiban 4 BUMN anggota konsorsium proyek KCJB. Namun, mereka sedang kesulitan keuangan sehingga dibantu menggunakan uang rakyat.
Rinciannya, PT Kereta Api Indonesia (KAI) senilai Rp440 miliar, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk senilai Rp240 miliar, PT Jasa Marga (Persero) Tbk senilai Rp540 miliar dan PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) senilai Rp3,1 triliun.
Bahkan PTPN VIII awalnya menawarkan lahan mereka di daerah Walini Kabupaten Bandung Barat sebagai setoran modal awal. Namun hal itu tidak disetujui oleh konsorsium.
“Sehingga PMN Rp4,3 triliun ini yang diperlukan untuk base equity capital,” kata Didiek pada Selasa (19/10/2021).
Baca Juga: Enggak Mempan Dibor, Terowongan Kereta Cepat Jakarta-Bandung Diledakkan
Biaya pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung membengkak 1,9 miliar dollar AS atau Rp27 triliun rupiah (kurs Rp14.300). Sehingga, dana yang diperlukan meningkat, dari 6,07 miliar dollar AS atau Rp85 triliun menjadi 7,97 miliar dollar AS atau Rp113 triliun.
Kebutuhan penambahan biaya proyek paling banyak terjadi pada biaya konstruksi sekitar 600 juta dollar AS hingga 1,25 miliar dollar AS dan pembebasan lahan sebesar 300 juta dollar AS.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas.com