> >

Wakil Menteri BUMN: Sebenarnya Garuda Indonesia Sudah Bangkrut

Bumn | 9 November 2021, 20:40 WIB
Pesawat Garuda Indonesia Boeing 737 Max. Mantan Komisaris Garuda Peter Gontha menyebut dirinya terpaksa menandatangani kontrak pesawat tersebut meski kemahalan, karena terpaksa (3/11/2021). (Sumber: Instagram @petergontha)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan kondisi maskapai milik pemerintah PT Garuda Indonesia.

Menurut dia, secara teknis PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sudah dalam kondisi bangkrut. Namun, hal itu belum dinyatakan secara legal.

Baca Juga: Serikat Karyawan Garuda Indonesia Dukung KPK Usut 'Mark Up' Pengadaan Pesawat

"Sebenarnya kalau dalam kondisi saat ini, kalau dalam istilah perbankan ini technically bankrupt (secara teknis bangkrut), tapi legally belum," katanya dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (9/11/2021), seperti dikutip dari Kompas.com.

Meskipun begitu, kata dia, pemerintah saat ini tengah berupaya untuk mencari jalan keluar agar keuangan maskapai pelat merah tersebut bisa kembali sehat.

"Sekarang kami sedang berusaha untuk keluar dari kondisi ini yang technically bankrupt," ucap pria yang akrab disapa Tiko itu.

Selanjutnya, Tiko menjelaskan, mengenai kondisi keuangan Garuda Indonesia yang saat ini memiliki ekuitas negatif sebesar 2,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp40 triliun per September 2021.

Baca Juga: Ungkap 3 Isu Besar Dugaan Tindak Pidana Korupsi PT Garuda Indonesia, Berikut Selengkapnya

Artinya, perusahaan memiliki utang lebih besar ketimbang asetnya. Saat ini liabilitas atau kewajiban Garuda Indonesia mencapai 9,8 miliar dolar AS, sedangkan asetnya hanya sebesar 6,9 miliar dolar AS.

Menurutnya, bahkan negatif ekuitas yang terjadi pada Garuda Indonesia telah melebihi PT Asuransi Jiwasraya.

"Neraca Garuda sekarang mengalami negatif ekuitas 2,8 miliar dolar AS, ini rekor. Dulu rekornya dipegang Jiwasraya, sekarang sudah disalip Garuda," ujarnya.

Ia mengungkapkan, liabilitas Garuda Indonesia mayoritas berasal dari utang kepada lessor yang nilainya mencapai 6,35 miliar dolar AS.

Baca Juga: Eks Komisaris Ungkap 3 Masalah yang Buat Garuda Indonesia Terancam Bangkrut

Selebihnya, ada utang ke bank sekitar 967 juta dolar AS, lalu utang dalam bentuk obligasi wajib konversi, sukuk, dan KIK EBA sebesar 630 juta dolar AS.

"Jadi memang utang ke lessor paling besar, 6,35 miliar dolar AS. Ada komponen jangka panjang dan komponen tidak terbayar dalam jangka pendek. Tentunya dengan kondisi seperti ini, mengalami ekuitas negatif," kata Tiko.

Selain itu, kata Tiko, total liabilitas Garuda Indonesia yang sangat besar juga disebabkan kebijakan pencatatan dalam laporan keuangan.

Perseroan menerapkan PSAK 73 yang membuat dampak penurunan ekuitas semakin dalam, sebab pengakuan utang masa depan menjadi dicatat saat ini.

Baca Juga: DPR Panggil BUMN Kesehatan Bahas Harga dan Isu Bisnis PCR

Kondisi keuangan itulah, kata Tiko, membuat maskapai milik negara ini secara teknis sudah dianggap bangkrut.

Sebab, semua kewajiban perusahaan sudah tidak dibayar, bahkan termasuk untuk yang jangka panjang.

"Semua kewajiban Garuda itu sudah tidak dibayar, gaji pun sebagian sudah ditahan," ujar Tiko.

"Jadi kita mesti memahami bersama bahwa secana teknis kondisi Garuda ini sudah mengalami bangkrut, karena seluruh kewajiban jangka panjangnya pun tidak ada yang dibayarkan, termasuk global sukuk dan ke Himbara."

Baca Juga: Guru Penganiaya Murid Hingga Tewas Diancam Hukuman 3,6 Tahun Penjara

Meski demikian, Tiko menekankan, Kementerian BUMN tengah berupaya untuk menyelesaikan masalah itu dengan melakukan restrukturisasi secara masif dan transformasi bisnis Garuda Indonesia.

Perseroan ke depannya akan fokus pada rute-rute yang menguntungkan, terutama di penerbangan domestik.

Selain itu, Garuda Indonesia melakukan negosiasi ulang kontrak sewa pesawat-pesawat yang akan digunakan perseroan ke depannya agar biaya sewa sesuai pasar saat ini.

Baca Juga: Terungkap! Abraham Samad Ternyata Pernah Abaikan Laporan Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda

Serta, perseroan akan mendorong peningkatan pendapatan dari kargo dan ancillary.

"Kami tidak putus asa dan mencoba mencari bagaimana rumusan untuk bisa keluar dari permasalahan ini," ujar Tiko.

"Paling utama dilakukan transformasi bisnis karena kita memahami adanya inefisiensi rute dan operasional Garuda di masa lalu."

Baca Juga: Prabowo Kirim Pesan ke Kader Gerindra: Gunakan Segala Cara Pertahankan Garuda Indonesia!

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas.com


TERBARU