Kenali Risiko Unit Link, Produk Asuransi yang Bikin Jutaan Nasabah Menutup Polisnya
Ekonomi dan bisnis | 15 Oktober 2021, 15:41 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Otoritas Jasa Keuangan mencatat, produk asuransi yang paling banyak diminati masyarakat adalah unit link. Berdasarkan data OJK, dalam 10 tahun terakhir produk unit link telah tumbuh 10.000 ribu persen. Di sisi lain produk asuransi konvensional hanya tumbuh 380 persen.
Namun, Unit link juga merupakan produk asuransi yang paling banyak dikomplain masyarakat. Kekecewaan nasabah dengan Unit link yang mereka beli, membuat nasabah memilih menutup polisnya.
OJK mencatat, sepanjang 2020 lalu terjadi penurunan jumlah pemegang polis unit link hampir 3 juta polis atau tepatnya 2,8 juta, atau dari sebelumnya di akhir 2019 sebanyak 7 juta, menjadi hanya 4,2 juta di tahun lalu, turun 40 persen.
Unit link adalah produk asuransi yang tidak hanya berfungsi sebagai proteksi, tetapi juga dikombinasikan dengan produk investasi.
Baca Juga: Simak Tips Pilih Perusahaan Asuransi Dari OJK Agar Tak Terjebak Perusahaan Abal-abal
“Unit link adalah jenis asuransi yang mengkombinasikan asuransi permanen (whole life) dengan produk investasi,” kata perencana keuangan Aidil Akbar Madjid, seperti dikutip dari laman resmi OJK, Jumat (15/10/2021).
Unit link diminati karena memberi 2 keuntungan sekaligus. Yaitu memperoleh proteksi asuransi untuk melindungi diri dan keluarga dari kejadian tak terduga di masa depan. Kedua, mendapatkan manfaat investasi yang akan menambah uang anda.
Dalam skema produk unit link, uang yang disetorkan nasabah tidak hanya diperuntukkan membayar premi asuransi. Tetapi juga diinvestasikan oleh perusahaan asuransi melalui manajer investasi, agar nilainya terus berkembang.
Di sisi lain, masih banyak konsumen yang belum memahami sepenuhnya produk ini. Karena tidak murni Asuransi dan ada unsur investasinya, Unit link memiliki risiko penurunan nilai investasi.
Baca Juga: Agen Asuransi Lagi Pusing Nih, Mau Dipajakin Dobel Sama Sri Mulyani
Menurut Aidil Akbar, salah satu kekurangan unit link adalah konsumen tidak dapat melacak ke mana dananya diinvestasikan dan biaya apa saja yang harus dikeluarkan menyusul pilihan investasi tersebut.
“Produk unit link juga kurang memberikan keleluasaan kepada nasabah untuk menghentikan investasinya ketika mengalami kesulitan finansial,” ujar Aidil.
Sementara menurut perencana keuangan Annisa Steviani, masyarakat harus memahami asuransi tidak sama dengan investasi.
Ia mengatakan, investasi untuk hal yang direncanakan dan pasti datang (sekolah, pensiun, beli rumah, dll). Sedangkan asuransi untuk hal yang tidak direncanakan dan tidak pasti datang (sakit, mobil hilang, meninggal dunia, rumah kebakaran, dll).
Baca Juga: Prudential Jawab Wanda Hamidah soal Ditipu Asuransi: Sudah Sesuai Plan dan Polis Nasabah
"Sebetulnya kalau beli asuransi, tidak perlu berharap uang kembali. Yang jelas saat sakit, dicover sesuai polis. Saat pencari nafkah utama meninggal dunia, keluarga tidak bangkrut," ucap Annisa kepada Kompas TV.
Annisa melanjutkan, selama asuransi digabung dengan investasi, jangan berharap uang akan bisa kembali dalam jumlah lebih banyak. Karena hasil investasi yang pasti hanya deposito dan obligasi pemerintah.
Lantas bagaimana jika masyarakat tetap ingin membeli Unit link?
"Kalau beli asuransi yang ada porsi investasi, anggap investasi itu simpanan untuk digunakan jika akan cuti premi. Saat uang kembali tidak sesuai harapan, itu risiko investasi. Misal tidak siap dengan risiko, lebih baik investasi sendiri," jawabnya.
Annisa pun mengimbau calon nasabah asuransi untuk tidak malu bertanya kepada agen yang menawarkan, sampai benar-benar paham dengan produk asuransi yang akan dibeli. Menurutnya, agen seharusnya sudah terbiasa dengan pertanyaan calon nasabah karena itu pekerjaannyanya sehari-hari.
"Beli sesuatu yang bisa jadi menyedot uangmu secara bertahun-tahun, masa iya enggak tanya-tanya banyak? masa iya beli karena enggak enak?," ujar Annisa.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber :