Kekhawatiran Krisis Evergrande Mulai Reda, Rupiah Berpotensi Menguat
Ekonomi dan bisnis | 24 September 2021, 16:12 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada akhir pekan berpotensi menguat seiring meredanya kekhawatiran pasar soal gagal bayar Evergrande.
Rupiah pagi ini bergerak melemah 7 poin atau 0,05 persen ke posisi Rp14.250 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.243 per dolar AS.
"Nilai tukar rupiah berpeluang menguat hari ini dengan menguatnya minat pasar terhadap risiko sejak kemarin," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra, Jumat (24/9/2021), seperti dikutip dari Antara.
Menurut Ariston, perbaikan sentimen minat pasar terhadap risiko itu disebabkan oleh tindakan Bank Sentral China yang menyuntikkan dana ke sistem perbankan untuk meningkatkan likuiditas di tengah krisis utang perushaaan properti Evergrande.
Baca Juga: Raksasa Properti Asal China Evergrande Kolaps, Sri Mulyani dan Gubernur BI Waspadai Dampaknya
Adapun, Evergrande juga menyatakan masih berusaha untuk membayar kewajibannya. Menurutnya, persoalan utang ini belum selesai, tapi untuk sementara, kekhawatiran pasar mereda.
Ariston mengatakan rupiah hari ini berpotensi menguat ke kisaran Rp14.220 per dolar AS hingga Rp 14.200 per dolar AS dengan potensi resisten di kisaran Rp14.260 per dolar AS.
Pada Kamis (23/9) lalu, rupiah ditutup stagnan alias sama dengan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.243 per dolar AS.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengingatkan agar Indonesia mewaspadai krisis yang sedang dialami raksasa properti di China, Evergrande, yang akan memberikan dampak besar terhadap ekonomi Negeri Panda maupun dunia.
"Isu risiko stabilitas sektor keuangan terutama di Tiongkok itu menjadi perhatian pada minggu-minggu ini," ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KITA September 2021 secara daring di Jakarta, Kamis (23/9) kemarin.
Sri Mulyani menjelaskan Evergrande saat ini mengalami situasi yang sangat sulit, yaitu kondisi gagal bayar yang cukup besar.
"Utang perusahaan konstruksi terbesar di Tiongkok itu mencapai di atas 300 miliar dolar AS," jelasnya.
Krisis tersebut, menurutnya, tentunya akan mempengaruhi ekonomi China maupun dunia, serta akan berdampak pada Indonesia.
Baca Juga: Polisi Ungkap Jaringan Tindak Pidana Uang Palsu Pecahan Rupiah dan Dolar Amerika
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV/Antara