> >

Perlambatan Ekonomi di AS dan China Dipandang Bisa Hambat Pertumbuhan Ekspor Indonesia

Ekonomi dan bisnis | 20 Agustus 2021, 16:44 WIB
Ilustrasi ekspor impor. Indonesia perlu mewaspadai penurunan ekspor secara bulanan sebagai imbas lonjakan kasus Covid-19 di dalam negeri ataupun sejumlah negara. (Sumber: Tribunnews.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Indonesia perlu mewaspadai penurunan ekspor secara bulanan sebagai imbas lonjakan kasus Covid-19 di dalam negeri ataupun sejumlah negara.

Meski, tren surplus neraca perdagangan Indonesia memang terus berlanjut karena ditopang kenaikan harga komoditas dan pemulihan ekonomi sejumlah negara tujuan ekspor.

Diketahui, ekspansi China melambat sejak Juli 2021, sementera pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) diperkirakan melambat karena varian Delta sehingga terjadi gelombang Covid-19.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), total nilai ekspor migas dan nonmigas Indonesia pada Juli 2021 sebesar 17,7 miliar dolar AS, sedangkan impornya 15,11 miliar dolar AS.

Dengan demikian, neraca perdagangannya surplus 2,59 miliar dolar AS, melanjutkan tren surplus selama 15 bulan berturut-turut.

Ekspor dan impor nonmigas Indonesia secara tahunan tumbuh cukup signifikan, tetapi secara bulanan justru turun.

Nilai ekspor nonmigas pada Juli 2021 mencapai 16,71 miliar dolar AS atau tumbuh 28,26 persen dari Juli 2020.

Namun, jika dibandingkan Juni 2021, nilai ekspor nonmigas justru turun 3,46 persen.

Begitu pun dengan impor nomigas Indonesia yang tumbuh 40,21 persen secara tahunan pada Juli 2021 menjadi 13,33 miliar dolar AS.

Akan tetapi, jika dibandingkan secara bulanan, nilai impor nonmigas Indonesia turun sebesar 10,67 persen.

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Disokong Ekspor, Ekonom: Peningkatan Ekspor Harus Disertai Diversifikasi Produk

Ekonom Moody’s Analytics, Sonia Zhu mengatakan, kinerja neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2021 cukup positif, terutama ditopang oleh harga komoditas yang tinggi.

Namun, jika dicermati secara bulanan, ekspor dan impor Indonesia turun lantaran lonjakan kasus Covid-19 yang disebabkan virus korona baru varian Delta.

Lonjakan kasus yang berujung pada pembatasan sosial menyebabkan gangguan pabrik, transportasi, dan rantai pasokan.

Nilai ekspor industri manufaktur atau pengolahan, yang berkontribusi sebesar 76,6 persen, turun 3,63 persen secara bulanan.

Impor bahan baku/penolong dan barang modal juga turun masing-masing sebesar 12,37 persen dan 18,58 persen secara bulanan.

Kontribusi sektor ini terhadap total impor nonmigas Indonesia masing-masing mencapai 75,55 persen dan 13,71 persen.

”Indonesia memang memperoleh manfaat dari kenaikan harga komoditas. Sayangnya, hal itu tidak akan terus berkelanjutan. Di sisi lain, kebangkitan Covid-19 (dengan varian Delta) masih mengancam,” kata Sonia dalam siaran pers, Rabu (18/8/2021).

Indonesia, menurutnya, juga perlu mewaspadai negara-negara tujuan ekspor utama Indonesia yang juga tengah menghadapi kebangkitan Covid-19 tersebut, terutama China dan Amerika Serikat.

”Ini bisa menghambat momentum pertumbuhan ekspor Indonesia. Kami perkirakan kinerja perdagangan Indonesia tidak akan goyah atau turun drastis, tetapi akan melemah dalam beberapa bulan mendatang,” katanya.

BPS mencatat, nilai ekspor Indonesia ke China pada Juli 2021 mencapai 3,57 miliar dolar AS atau turun 13,7 persen dibandingkan Juni 2021.

Nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat juga turun 5,35 persen secara bulanan menjadi 2,02 miliar dolar AS, dikutip dari Kompas.id.

Baca Juga: Industri Ekspor Bakal Didorong, Meski Ada Ancaman Varian Delta dari Mitra Dagang

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas.id


TERBARU