BPK Khawatir Pemerintah Tak Bisa Bayar Utang, Ini Tanggapan Kemenkeu
Ekonomi dan bisnis | 24 Juni 2021, 15:14 WIB"Sementara sebagian besar atau 124 negara mengalami penurunan peringkat, bahkan di antaranya sudah ada meminta pengampunan utang melalui skema Paris Club, " tuturnya.
Sebelumnya, dalam rapat paripurna DPR Selasa, (22/06/2021), Ketua BPK Agung Firman Sampurna menyatakan utang pemerintah pada 2020 melebihi kebutuhan.
Ia menjelaskan, realisasi pendapatan negara dan hibah di 2020 sebesar Rp1.647,78 triliun. Kemudian realisasi belanja negara sebesar Rp2.595,48 triliun. Sehingga, defisit APBN mencapai Rp947,7 triliun.
Baca Juga: BPK Sebut 88 Persen Daerah Belum Mandiri Biayai APBD
Untuk menutupi defisit, pemerintah menarik utang sebesar Rp1.193,29 triliun. Jumlah itu setara 125,91 persen dari nilai defisitnya. Akibatnya, terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp245,59 triliun.
"Realisasi pembiayaan tersebut terutama diperoleh dari penerbitan Surat Berharga Negara, Pinjaman Dalam Negeri, dan Pembiayaan Luar Negeri Sebesar Rp 1.225,99 triliun, yang berarti pengadaan utang tahun 2020 melebihi kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit," kata Agung.
Ia menilai, tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunganya telah melampaui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penerimaan negara. BPK pun khawatir pemerintah tidak mampu membayar utang tersebut berserta bunganya.
"Memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang," tutur Agung.
Baca Juga: Per Mei 2021, Pemerintah Sudah Tarik Utang Rp309,3 T untuk Biayai APBN
Berdasarkan audit BPK, utang tahun 2020 telah melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR) yakni, 25-35 persen. Sedangkan rasio debt service terhadap penerimaan APBN 2020 sebesar 46,77 persen.
Begitu juga rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan di 2020 yang sebesar 19,06 persen. Angka itu melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6-6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7-19 persen.
Serta rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen, melampaui rekomendasi IDR sebesar 92-167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90-150 persen.
Penulis : Dina Karina Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV