IKM Konveksi Garmen Minta Safeguards Impor Produk Jadi Tekstil Diterapkan
Ukm | 24 Maret 2021, 16:39 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Asosiasi Pengusaha Industri Kecil Menengah Indonesia (APIKMI) meminta pemerintah segera menerapkan aturan safeguards berupa bea masuk tambahan untuk impor produk tekstil jadi.
Permintaan ini didasari banjir impor barang jadi tekstil dari China dan Thailand yang merugikan pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM) di sektor konveksi dan garmen.
Safeguard adalah suatu instrumen yang dapat digunakan oleh negara-negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yakni untuk mengamankan industri dalam negeri dari akibat yang ditimbulkan oleh lonjakan impor berupa kerugian serius atau ancaman kerugian serius.
Sekjen APIKMI Widia Erlangga mengungkapkan, salah satu IKM yang terdampak banjir impor barang jadi tekstil adalah sentra produksi kerudung di Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Baca Juga: Bea Cukai Sita 537 Koli Pakaian Bekas dan Tekstil Selundupan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor kerudung dari 5 negara importir utama yaitu China, Turki, Malaysia, India, dan Pakistan, dari 2017 hingga 2019 jumlahnya cukup besar.
Pada tahun 2017, impor kerudung dari 5 negara tersebut sebesar 8.600 ton atau sebanyak 84,1 juta pcs.
Lalu pada tahun 2018 menjadi sebesar 12.900 ton atau sebanyak 125,2 juta pcs.
Kemudian pada tahun 2019 sebesar 10.900 ton atau sebanyak 105,6 juta pcs.
"Yang paling terkena dampaknya adalah para IKM Cicalengka yang terancam dapat menutup usahanya. Terlebih lagi daerah Cicalengka terkenal sebagai salah satu kawasan IKM atau sentra produsen kerudung terbesar di Jawa Barat," kata Widia dalam keterangan tertulisnya Rabu (24/03/2021).
Padahal, lanjut Widia, selama ini produksi kerudung di Cicalengka juga terbilang tinggi.
Setiap IKM di Cicalengka mampu membuat 2.000 kodi atau 40.000 pcs kerudung setiap bulannya.
Baca Juga: Harga Bahan Baku Naik dan Banjir Impor, IKM Konveksi-Garment Menjerit
"Sehingga jika dikalkulasikan dengan jumlah total IKM kerudung Cicalengka sebanyak 500 pelaku IKM di daerah tersebut, para pelaku IKM kerudung di Cicalengka mampu memproduksi sebanyak 240 juta pcs kerudung per tahun, " ujarnya.
Namun, kerudung impor tetap lebih diminati di pasaran karena harganya lebih murah.
Hal ini jelas membuat IKM dalam negeri sulit bersaing.
Sebelumnya, pemerintah lewat Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memang sudah menerapkan aturan Pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) atau safeguards terhadap impor bahan baku tekstil dan produk tekstil (TPT) seperti benang dan kain pada November 2019.
Sehingga, pelaku usaha meminta kebijakan serupa untuk impor barang jadi tekstil.
Baca Juga: Bansos Dihentikan, Beras Impor 2018 Berkutu di Gudang Bulog
"Para pelaku IKM konveksi dan garment yang diwakili APIKMI meminta penjelasan kepada pemerintah. Khususnya, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian," kata Widia.
"Jika bahan baku diberlakukan bea masuk pengamanan akan tetapi barang jadi garmen impor tidak diberlakukan, apa yang menjadi pertimbangannya?" terang Widia, bertanya-tanya.
Pada saat impor barang jadi tekstil terus meningkat, ekspor pakaian jadi menunjukkan penurunan.
BPS mencatat, ekspor pakaian jadi ke negara tujuan utama Amerika Serikat sebesar 194.300 ton pada 2012.
Namun jumlahnya menyusut menjadi 164.600 ton pada 2019.
Kemudian ekspor ke negara tujuan utama lainnya yaitu Jerman, tercatat sebesar 16.300 ton pada 2012, menjadi 13.200 ton pada 2019.
Jumlah itu semakin merosot di tahun 2020, akibat melemahnya permintaan dan hambatan teknis ekspor selama pandemi Covid-19.
Jika safeguards untuk impor barang jadi tekstil diterapkan, pelaku IKM konveksi dan garmen bisa bangkit kembali di tengah hantaman pandemi.
"Yang menjadi harapan utama ialah agar proses produksi pelaku IKM garmen dan konveksi kembali stabil dan harga jual yang ditawarkan ke konsumen tetap kompetitif, " pungkasnya.
Penulis : Dina Karina Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV