Indonesia Resmi Larang Ekspor Minyak Goreng Termasuk CPO, Bisakah Stabilkan Harga di Pasar?
Bbc indonesia | 28 April 2022, 16:05 WIBKebijakan pelarangan ekspor produk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), minyak sawit merah atau red palm oil (RPO), palm oil mill effluent (POME), serta refined, bleached, deodorized (RBD) palm olein dan used cooking oil, berlaku hari ini (28/04). Pemerintah mengatakan akan menindak tegas pihak-pihak yang melanggar larangan tersebut.
"Pelarangan ekspor sementara minyak goreng ini merupakan komitmen kuat pemerintah untuk memprioritaskan masyarakat. Oleh sebab itu, setiap pelanggaran yang terjadi akan ditindak dengan tegas. Pemerintah akan tegas menindak siapa saja yang melanggar keputusan tersebut," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Rabu malam (27/04).
Kebijakan pelarangan ini diterapkan sampai minyak goreng curah di masyarakat mencapai harga Rp14.000 per liter di seluruh wilayah Indonesia.
Satuan Tugas Pangan - yang terdiri dari Direktorat Jenderal Bea Cukai, Kementerian Keuangan, dan Polri- akan melakukan pengawasan ketat dalam pelaksanaan kebijakan ini.
"Evaluasi akan dilakukan secara terus-menerus atas kebijakan pelarangan ekspor ini. Setiap pelanggaran akan ditindak tegas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan dalam hal dianggap perlu, maka akan dilakukan penyesuaian kebijakan dengan situasi yang ada," ujar Airlangga dalam pernyataan yang dimuat di laman Sekretariat Kabinet RI.
Untuk mempercepat distribusi minyak goreng curah ke masyarakat pemerintah bakal mempercepat pembayaran subsidi harga melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Selain itu, pemerintah juga menugaskan Perum BULOG untuk melakukan distribusi minyak goreng curah ke masyarakat, terutama di pasar-pasar tradisional.
Sebelumnya, pemerintah telah menerapkan beberapa kebijakan untuk menurunkan harga minyak goreng dan mengatasi kelangkaan, tapi kebijakan itu dinilai belum efektif karena harga minyak goreng masih lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.
Baca juga:
- Korupsi minyak goreng: Pemberian izin di Kemendag kerap 'terjadi di belakang layar'
- Megawati dan Mendag paling banyak tuai sentimen negatif saat bicara soal minyak goreng
- Larangan ekspor minyak goreng 'belum bisa kendalikan harga jangka panjang', kata YLKI
Larangan ekspor yang berubah-ubah
Sebelumnya, melalui konferensi pers virtual pada Selasa malam (26/04) , Airlangga mengatakan bahwa larangan ekspor berlaku untuk refined, bleached, deodorized (RBD) palm olein yang merupakan produk turunan minyak sawit mentah sekaligus bahan baku minyak goreng.
Pada pengumuman saat itu pemerintah tidak melarang ekspor minyak sawit mentah (CPO), seperti persepsi publik yang muncul usai Presiden Joko Widodo menyebut pemerintah akan melarang "ekspor bahan baku minyak goreng" pada Jumat lalu.
Menurut Airlangga, kebijakan itu diambil lantaran harga minyak goreng curah di Indonesia masih belum mencapai standar harga yang ditetapkan oleh pemerintah.
Berdasarkan data sistem pemantauan pasar dan kebutuhan pokok Kementerian Perdagangan per 25 April 2022, harga rata-rata minyak goreng curah di Indonesia masih di atas Rp17.000 per liter.
Apakah larangan ekspor bisa langsung turunkan harga?
Namun, Ekonom dari Institute for Development and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus meragukan kebijakan itu tidak menjamin bisa langsung menurunkan harga di pasaran dan malah menjadi bumerang bagi petani sawit apabila moratorium ekspor berlangsung dalam waktu lama.
Dibanding menerapkan larangan ekspor, dia mendesak pemerintah dan penegak hukum fokus menindak produsen-produsen minyak goreng besar agar patuh akan kewajibannya memenuhi kuota suplai untuk kebutuhan domestik (domestic market obligation/DMO).
Hal itu dianggap akan lebih efektif dan efisien memenuhi target untuk menjaga suplai dan menurunkan harga.
"Kita kan sudah punya aturan DMO untuk domestik, itu dulu ditegakkan, penegakan hukumnya harus benar-benar dan aturannya harus ditaati setiap produsen," kata Ahmad kepada BBC News Indonesia.
'Seolah ingin menangkap tikus, tapi membakar rumah'
Ahmad Heri Firdaus mengatakan kebijakan larangan ekspor RBD pun berpotensi menimbulkan kelebihan bahan baku minyak goreng, sehingga menurunkan harga di tingkat petani. Akhirnya, kebijakan ini disebut justru menjadi bumerang bagi keberlangsungan petani sawit.
"Sedangkan produksi di minyak goreng kan ada kapasitas maksimalnya. Kalau ditambah bahan baku lagi tidak efisien, akibatnya produksinya dikurangi karena tidak boleh ekspor, dan kalau produksi dikurangi akan terjadi pengurangan permintaan bahan baku, sehingga harganya turun di tingkat petani," jelas Ahmad.
Menurut Ahmad, kebijakan ini bukan solusi yang tepat untuk mencapai target pemerintah menurunkan harga dan justru menimbulkan kerugian yang lebih luas.
"Ibarat kita ingin menangkap tikus, tapi dengan membakar rumah. Jadi yang enggak salah juga kena, seperti petani sawit, kan mereka akan berproduksi selama mendapatkan intensif atau keuntungan yang cukup."
Penulis : Redaksi-Kompas-TV
Sumber : BBC